KOMPAS.com - Komet Antarbintang 3I/ATLAS, si pendatang dari luar Tata Surya, kini mengungkap rahasia perjalanannya selama miliaran tahun.
Pengamatan terbaru menggunakan Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) menunjukkan bahwa komet tersebut memiliki kerak tebal yang teradiasi kosmis, membuat komposisinya tidak lagi mencerminkan material dari sistem bintang asalnya.
Penelitian ini mengisyaratkan bahwa 3I/ATLAS telah menyerap begitu banyak sinar kosmik galaksi selama perjalanan antarbintangnya melintasi Bima Sakti sehingga mengembangkan kerak teradiasi yang dalam.
Kerak inilah yang menutupi materi aslinya.
Baca juga: Apa yang Terjadi pada Komet 3I/ATLAS Saat Mendidih di Titik Terdekat Matahari?
Menggunakan data JWST dan simulasi komputer, para peneliti menyimpulkan bahwa tingginya kadar karbon dioksida (CO2) pada komet tersebut berasal dari radiasi luar angkasa yang diserap selama perkiraan usia 7 miliar tahunnya.
Dikutip Live Science, Sinar kosmik galaksi—sejenis radiasi luar angkasa yang terdiri dari partikel berenergi tinggi dari luar Tata Surya—menghantam karbon monoksida (CO) di ruang angkasa, mengubahnya menjadi karbon dioksida (CO2).
Di dalam Tata Surya kita, heliosfer (gelembung radiasi yang dipancarkan Matahari) melindungi Bumi dan tetangganya dari sebagian besar radiasi kosmik ini.
Namun, di ruang antarbintang, tempat 3I/ATLAS menghabiskan sebagian besar hidupnya, tidak ada perlindungan seperti itu.
Romain Maggiolo, penulis utama studi tersebut dan ilmuwan riset di Royal Belgian Institute for Space Aeronomy, menjelaskan dampak jangka panjangnya.
"Itu sangat lambat, tetapi selama miliaran tahun, itu adalah efek yang sangat kuat," kata Maggiolo.
Para penulis studi menyimpulkan bahwa selama miliaran tahun, sinar kosmik telah secara signifikan mengubah keadaan fisik es komet 3I/ATLAS, hingga kedalaman sekitar 15 hingga 20 meter.
Baca juga: Foto Langka dari Langit: Komet Lemmon Tampak Terlilit Meteor
Temuan ini, yang digambarkan para peneliti sebagai "paradigm shift" (pergeseran paradigma) dalam studi objek antarbintang, menyiratkan bahwa objek seperti 3I/ATLAS sebagian besar terdiri dari materi yang telah diproses oleh sinar kosmik galaksi, daripada materi murni yang merupakan representasi dari lingkungan tempat mereka terbentuk.
Dengan kata lain, komet 3I/ATLAS kini adalah produk dari perjalanan antarbintangnya, bukan dari tempat asalnya—setidaknya di bagian luarnya.
3I/ATLAS yang diperkirakan berusia sekitar 3 miliar tahun lebih tua dari Tata Surya kita yang berumur 4,6 miliar tahun, saat ini tengah terbang mengelilingi Matahari.
Komet itu baru saja mencapai perihelion (titik terdekat dengan bintang kita) pada 29 Oktober lalu.
Baca juga: Ramai soal Komet 3I/ATLAS Disebut “Teknologi Alien”, Benarkah Berbahaya bagi Bumi? Ini Kata BRIN
Maggiolo mencatat bahwa gas yang dikeluarkan komet sebelum perihelion hanyalah dari cangkang luarnya yang teradiasi.
Meskipun tidak mungkin, erosi Matahari mungkin cukup kuat untuk membuka materi murni yang terkunci di dalam inti komet.
"Akan sangat menarik untuk membandingkan pengamatan sebelum perihelion, jadi pengamatan pertama yang kami miliki ketika ia tiba di tata surya, dengan pengamatan yang dilakukan setelah perihelion ketika terjadi beberapa erosi," kata Maggiolo.
"Mungkin dengan melihat perbedaan ini, kita bisa mendapatkan beberapa indikasi tentang komposisi awalnya."
Para peneliti menyimpulkan bahwa meskipun 3I/ATLAS telah menua dan berubah, komet ini tetap merupakan sumber informasi yang sangat menarik.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang