“Perak tidak memiliki profil institusional dan ekonomi seperti emas. Logam ini tidak diakui dalam kerangka cadangan IMF dan tidak memiliki peran signifikan di portofolio bank sentral modern,” tulis analis Goldman Sachs.
Goldman Sachs menepis anggapan bahwa bank sentral akan beralih membeli perak ketika harga emas naik.
“Bank sentral tidak mengelola berat, melainkan nilai. Cadangan emas disimpan secara pasif dan tidak digunakan untuk keperluan operasional,” tulis laporan itu.
Artinya, saat harga emas naik, bank sentral tidak mencari logam lain yang lebih murah. Mereka hanya menyesuaikan volume emas agar nilai total cadangan tetap stabil.
Baca juga: Robert Kiyosaki: Harga Perak Bisa Naik Dua Kali Lipat pada 2025
Dari sisi fisik, emas juga lebih efisien sebagai aset cadangan karena sepuluh kali lebih langka dari perak dan delapan puluh kali lebih bernilai per ounce.
“Nilai 1 miliar dollar AS dalam bentuk emas bisa disimpan di koper, sedangkan nilai yang sama dalam perak membutuhkan satu truk besar,” tulis laporan tersebut.
Goldman Sachs menjelaskan bahwa pasar perak jauh lebih kecil dari emas sekitar sembilan kali lipat lebih sempit sehingga setiap dolar investasi memiliki dampak yang lebih besar terhadap harga. Kondisi ini menyebabkan volatilitas tinggi.
“Tanpa dukungan pembelian dari bank sentral, bahkan penurunan sementara pada arus investasi dapat memicu koreksi besar,” tulis tim analis.
Sejak akhir Agustus 2025, harga perak telah naik lebih dari 35 persen. Lonjakan ini diperkuat oleh kelangkaan pasokan di London, pusat perdagangan perak global, setelah persediaan logam putih itu menyentuh level terendah dalam beberapa tahun terakhir.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kenaikan Harga Perak Melejit Lampaui Emas, Goldman Sachs Wanti-wanti Risiko".
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang