KOMPAS.com - Anutin Charnvirakul resmi terpilih sebagai Perdana Menteri Thailand setelah menang telak dalam voting parlemen pada Jumat (5/9/2025).
Kemenangan ini menandai berakhirnya dominasi panjang Pheu Thai yang identik dengan keluarga Thaksin Shinawatra.
Baca juga: Perdana Menteri Sementara Thailand Usulkan Pembubaran DPR, Kenapa?
Dukungan oposisi progresif membuat Anutin berhasil membentuk pemerintahan dari koalisi minoritas. Mereka menyerukan janji referendum konstitusi dan pemilu dini dalam empat bulan ke depan.
Lantas, bagaimana transisi pemerintahan Thailand sejak Pheu Thai jatuh dan PM baru dipilih? Apa yang akan dihadapi selanjutnya?
Sejak 2001, partai dan sekutu politik Shinawatra selalu menang pemilu. Namun, terjadi pola berulang ketika pemerintahan mereka kerap dijatuhkan militer atau pengadilan.
Puncaknya terjadi pada 29 Agustus 2025, ketika Paetongtarn Shinawatra dicopot dari kursi perdana menteri karena kasus etik.
Beberapa hari kemudian, kandidat Pheu Thai, Chaikasem Nitisiri kalah telak dalam voting parlemen.
Dikutip dari CNN, Jumat (5/8/2025), sehari menjelang pemilihan perdana menteri baru, Thaksin Shinawatra pergi dari Thailand.
Ayah dari Paetongtarn itu meninggalkan Thailand menggunakan jet pribadi menuju Dubai.
Dalam unggahannya, ia mengaku pergi untuk pemeriksaan medis dan berjanji kembali pada 8 September untuk menghadiri sidang Mahkamah Agung.
Kepindahan Thaksin memperkuat persepsi bahwa mesin politik keluarga ini tengah berada di ujung kekuatan.
Baca juga: Aksi Warganet Malaysia dan Thailand Pesankan Makanan via Online untuk Warga Indonesia di Tengah Demo
Dalam voting, Anutin Charnvirakul mengantongi 63 persen suara anggota Parlemen Thailand, dua kali lipat lebih banyak dibandingkan Chaikasem.
"Saya akan bekerja sekeras mungkin, setiap hari, tanpa libur, karena waktunya tidak banyak. Kita harus meredakan masalah dengan cepat," dikutip dari Reuters, Jumat (5/9/2025).
Kemenangan itu dicapai berkat kesepakatan politik dengan People’s Party, partai oposisi terbesar. Anutin berjanji menggelar referendum perubahan konstitusi dan memanggil pemilu dini, meski partai tersebut tetap memilih berada di luar kabinet.
Dukungan ini mempertegas bahwa strategi luwes Bhumjaithai mampu mengubah peta politik, meski partainya bukan yang terbesar di parlemen.