Kematian Munir terbilang mengejutkan lantaran pria itu pergi ke Belanda dalam keadaan sehat.
Oleh sebab itu, ketika pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam pada 7 September 2004 pukul 10.00 waktu setempat, pihak bandara melakukan pemeriksaan penuh bersama dengan petugas polisi militer.
Seluruh penumpang yang ada di dalam pesawat dilarang turun sampai pemeriksaan selesai.
Pemerintah Belanda juga sempat mengotopsi jenazah Munir sebelum dibawa ke Indonesia pada 12 September 2004 untuk dimakamkan.
Hasil temuan Institut Forensik Belanda (NFI) menunjukkan adanya racun arsenik dengan dosis yang mematikan di dalam tubuh Munir.
Hal ini menguatkan kecurigaan bahwa Munir dibunuh.
Suciwati kemudian meminta otopsi ulang jenazah suaminya ke Mabes Polri. Namun, permintaan tersebut ditolak.
Harapan datang dari presiden kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berjanji akan mengusut lebih lanjut kasus kematian Munir.
Penyidikan berlangsung, Mabes Polri memanggil dan memeriksa delapan kru pesawat Garuda Indonesia yang terbang bersama dengan Munir.
Penyidikan dilakukan usai banyaknya desakan dari LSM agar pemerintah segera melakukan investigasi.
SBY juga mengesahkan Tim Pencarian Fakta (TPF) kematian Munir pada 23 Desember 2004.
Baca juga: Kronologi Pembunuhan Aktivis Munir yang Diusut Kembali oleh Komnas HAM
Dalam melakukan tugasnya, TPF menilai bahwa Mabes Polri terlalu lamban dalam mengusut kematian Munir.
TFP juga menyampaikan bahwa pihak Garuda Indonesia terkesan menutup-nutupi kasus tersebut.
Tim bentukan SBY itu menduga, ada oknum dari pihak maskapai yang memalsukan surat penugasan pilot Garuda Indonesia bernama Pollycarpus Budihari Priyanto yang terbang bersama Munir menuju Amsterdam.
TPF menduga ada indikasi kejahatan konspiratif dalam kasus pembunuhan Munir karena ada kecurigaan keterlibatan oknum PT Garuda Indonesia dan pejabat direksi Garuda.