Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa yang Terjadi di Sudan? Ini Awal Perang Saudara akibat 2 Jenderal Berebut Kuasa

Kompas.com - 31/10/2025, 15:15 WIB
Intan Maharani

Penulis

KOMPAS.com - Perang Sudan kembali menarik perhatian dunia setelah kota El-Fasher jatuh ke tangan milisi Rapid Support Forces (RSF) dan memicu laporan kekerasan massal. 

Konflik yang awalnya merupakan perebutan kekuasaan antara dua jenderal kini berubah menjadi krisis kemanusiaan terbesar di dunia.

Baca juga: 2.000 Warga Sudan Dilaporkan Dibunuh RSF, Apa yang Terjadi di El-Fasher? 

Lantas, bagaimana awal mula konflik pecah? Selain itu, bagaimana gambaran situasi saat ini?

Bagaimana perang Sudan dimulai?

Perang Sudan berawal pada April 2023, ketika Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan Letnan Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo atau Hemedti berbalik saling menyerang.

Padahal, mereka sebelumnya adalah dua sekutu yang merebut kekuasaan melalui kudeta tahun 2021. 

Keduanya sempat berjanji menyerahkan pemerintahan kepada sipil, tetapi perpecahan muncul saat membahas integrasi RSF ke dalam tentara nasional. 

Burhan, sebagai kepala angkatan bersenjata, menuntut penyatuan cepat di bawah komando militer. Hemedti menolak karena khawatir kehilangan kendali atas kekuatan dan sumber daya ekonominya.

Dilansir dari The Telegraph, Kamis (30/10/2025), pertikaian politik itu berubah menjadi perang terbuka yang menewaskan lebih dari 150.000 orang dan memaksa sekitar 12 juta warga mengungsi dari rumah mereka.

Baca juga: Pesawat Militer Sudan Jatuh, 46 Orang Tewas Termasuk Seorang Jenderal Senior

Siapa RSF dan mengapa mereka ditakuti?

RSF memiliki akar dari milisi Janjaweed, kelompok bersenjata pro-pemerintah yang dituduh melakukan genosida terhadap kelompok etnis kulit hitam di Darfur pada awal 2000-an. 

Selama Perang Sudan, RSF yang dipimpin Hemedti kembali dituding melakukan pembantaian etnis di Darfur. 

Dikutip dari Al Jazeera, Rabu (29/10/2025), RSF disebut telah menewaskan lebih dari 1.500 warga sipil dalam tiga hari saat merebut kota El-Fasher sebagai basis militer terakhir di wilayah barat.

Data citra satelit dari Yale Humanitarian Research Lab menunjukkan adanya "objek seukuran tubuh manusia dan noda merah luas di tanah," yang konsisten. Penemuan itu diduga sebagai bukti pembunuhan massal.

Baca juga: Kisah Sudan, Badak Putih Utara Jantan Terakhir di Bumi

Apa yang terjadi di El-Fasher saat ini?

El-Fasher kini menjadi simbol penderitaan rakyat Sudan. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, melaporkan lebih dari 460 orang tewas di Rumah Sakit Bersalin Saudi, termasuk pasien dan tenaga medis.

"Situasi ini merupakan genosida yang nyata," kata Sudan Doctors Network. 

Sementara itu, Kepala Bantuan Kemanusiaan PBB Tom Fletcher memperingatkan bahwa El-Fasher telah berubah menjadi "neraka yang lebih gelap" karena situasi ini. 

Halaman:


Terkini Lainnya
Satu Indonesia Pernah Kena Prank oleh Seorang Perempuan yang Mengandung Bayi Ajaib
Satu Indonesia Pernah Kena Prank oleh Seorang Perempuan yang Mengandung Bayi Ajaib
Tren
Wali Kota di Meksiko Tewas Ditembak di Tengah Perayaan Hari Orang Mati
Wali Kota di Meksiko Tewas Ditembak di Tengah Perayaan Hari Orang Mati
Tren
Beli Tiket Kereta Api Lewat KAI Access Kena Platform Fee Rp 3.000, KAI: Tak Jadi
Beli Tiket Kereta Api Lewat KAI Access Kena Platform Fee Rp 3.000, KAI: Tak Jadi
Tren
Daftar Kampus dengan Prodi S1 Manajemen Terbaik di Indonesia 2025
Daftar Kampus dengan Prodi S1 Manajemen Terbaik di Indonesia 2025
Tren
Sering Tidak Disadari, 10 Kebiasaan Ini Membuat Rumah Berbau Tak Sedap
Sering Tidak Disadari, 10 Kebiasaan Ini Membuat Rumah Berbau Tak Sedap
Tren
Pesawat Airbus A400M Pertama untuk TNI AU Tiba di Indonesia, Ini Harga dan Spesifikasinya
Pesawat Airbus A400M Pertama untuk TNI AU Tiba di Indonesia, Ini Harga dan Spesifikasinya
Tren
Cara Aktivasi Paket ChatGPT Go Telkomsel
Cara Aktivasi Paket ChatGPT Go Telkomsel
Tren
Nasi di Kulkas Lebih dari 24 Jam, Aman untuk Diabetes atau Berisiko Jadi Racun?
Nasi di Kulkas Lebih dari 24 Jam, Aman untuk Diabetes atau Berisiko Jadi Racun?
Tren
Studi: Negara Paling Bahagia Bisa Jadi Negara Paling Sehat, Ini Syaratnya
Studi: Negara Paling Bahagia Bisa Jadi Negara Paling Sehat, Ini Syaratnya
Tren
Mesir Akhirnya Buka Grand Egyptian Museum di Dekat Piramida Giza, Apa Isinya?
Mesir Akhirnya Buka Grand Egyptian Museum di Dekat Piramida Giza, Apa Isinya?
Tren
Nyalakan Terang dari Serang hingga Kupang: Hana dan Tata Bergerak Lindungi Anak dari Kekerasan Seksual
Nyalakan Terang dari Serang hingga Kupang: Hana dan Tata Bergerak Lindungi Anak dari Kekerasan Seksual
Tren
Ingin Rumah Tetap Sejuk Tanpa AC? Ini 3 Tips dari Dosen Teknik Sipil
Ingin Rumah Tetap Sejuk Tanpa AC? Ini 3 Tips dari Dosen Teknik Sipil
Tren
Horor Kemacetan: Menghidupkan (Kembali) 'Work from Everywhere'
Horor Kemacetan: Menghidupkan (Kembali) "Work from Everywhere"
Tren
Hati-hati, Ragam Perangkat Ini Tetap Sedot Listrik meski Tombol “Off” Sudah Ditekan
Hati-hati, Ragam Perangkat Ini Tetap Sedot Listrik meski Tombol “Off” Sudah Ditekan
Tren
15 Kelompok Orang yang Bisa Nikmati MRT, LRT, dan Transjakarta Gratis 6 Bulan, Siapa Saja?
15 Kelompok Orang yang Bisa Nikmati MRT, LRT, dan Transjakarta Gratis 6 Bulan, Siapa Saja?
Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau