
DI TENGAH kemilau panggung Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF 2025), layar-layar LED menampilkan startup fintech, produk halal, dan inovasi wakaf blockchain.
Publik terpukau, foto-foto di media sosial membanjiri timeline. Namun di balik gemerlap itu, tersimpan pertanyaan mendalam: apakah semua ini sekadar tontonan megah atau benar-benar menyentuh hati dan kehidupan masyarakat yang membutuhkan?
Indonesia, negeri dengan populasi Muslim terbesar dunia, menyimpan potensi ekonomi syariah yang menakjubkan.
SGIE 2024/2025 mencatat konsumsi halal nasional mencapai 281 miliar dollar AS, sementara aset keuangan syariah menembus Rp 2.800 triliun.
Angka-angka ini seakan melambai-lambai, memanggil bangsa untuk mengubah potensi menjadi kenyataan.
Namun, realitas tetap berbicara dengan getir: kontribusi sektor ini terhadap PDB nasional masih terpaut tipis, hanya 4 persen.
Potensi sebesar itu, jika tidak dikelola dengan kesungguhan, bisa sirna tanpa jejak, seperti cahaya lilin yang padam di tengah hujan.
Baca juga: Menjahit Kemandirian Fashion Syariah
Literasi keuangan syariah masih rendah, hanya 9,14 persen menurut OJK 2022. Sementara pemberitaan ekonomi syariah hanya 2,8 persen dari total liputan media nasional.
Sebagian besar masyarakat belum memahami peluang fintech syariah dan wakaf produktif. Inovasi digital tanpa edukasi dan literasi hanya berhenti pada glamor festival.
Menurut M. Umer Chapra (1992), pembangunan ekonomi Islam harus menebar kesejahteraan menyeluruh (maslahah).
Festival megah seharusnya menjadi panggung transformatif, menyalakan api revolusi nilai, dan menegaskan bahwa Maqasid Syariah—kemaslahatan, keadilan, dan keberlanjutan—bukan slogan kosong, melainkan fondasi yang harus dibumikan dalam setiap inovasi.
Salah satu inovasi paling menggetarkan hati adalah wakaf blockchain, yang menorehkan catatan setiap transaksi wakaf di ledger publik aman dan tak tergoyahkan.
Setiap donasi bisa dipantau real-time, memberikan rasa aman bagi dermawan, dan menyebarkan manfaat nyata bagi masyarakat: pendidikan yang lebih mudah diakses, fasilitas kesehatan yang merata, dan energi terbarukan untuk desa-desa terpencil.
Integrasi smart contract menambahkan dimensi keadilan dan efisiensi: distribusi dana otomatis, sesuai kriteria proyek, mengurangi birokrasi, dan menekan risiko penyalahgunaan.
Wakaf bukan lagi sekadar ritual formalitas, tapi investasi sosial yang measurable dan accountable, menyalakan lentera kemaslahatan.