SAMARINDA, KOMPAS.com – Seorang bayi berusia 16 bulan di Samarinda masih berjuang melawan infeksi serius di otak yang menyebabkan kebutaan dan kelumpuhan sebagian tubuh.
Ia kini dirawat secara intensif di RSUD Abdul Wahab Sjahranie (AWS), setelah sebelumnya menjalani tiga kali operasi sejak Februari 2025.
Menurut keluarga, kondisi anak mereka justru memburuk setelah serangkaian operasi, dan dijadwalkan menjalani operasi keempat pada Kamis (24/4/2025).
Baca juga: Bayi 16 Bulan di Samarinda Alami Kebutaan dan Kelumpuhan Usai 3 Operasi, Diduga Malfungsi Alat Medis
“Ini anak saya. Jadi ya, harapannya biar cepat membaik. Sudah dua bulan lebih kami di sini, mau masuk bulan ketiga,” ujar Naning, ibu dari balita tersebut, dengan suara bergetar saat diwawancarai Kompas.com, Rabu (23/4/2025).
Naning mengakui bahwa pihak rumah sakit telah memberikan perawatan dan penanganan medis secara intensif.
Namun, ia juga menyebut sempat terjadi miskomunikasi antara pihak keluarga dan rumah sakit, yang sempat membuat mereka khawatir anaknya tidak akan lagi dirawat.
“Alhamdulillah sudah ada penanganan, sudah ada solusi juga. Cuma karena miskomunikasi saja, jadi sempat ada salah paham,” katanya.
“Tapi sekarang sudah ditindaklanjuti dengan baik dan dilayani dengan bagus. Saya terima kasih banyak karena sudah membantu menjembatani kesehatan anak saya.”
Plt Direktur RSUD AWS, dr Indah Puspitasari, menjelaskan bahwa balita tersebut awalnya dirujuk dari RS Hermina karena mengalami gangguan kesehatan kompleks yang bermula dari kelainan jantung bawaan.
Kelainan itu memicu infeksi di paru-paru, yang kemudian menyebar ke otak dan menyebabkan penumpukan cairan serta abses (nanah) di beberapa titik.
“Infeksinya itu sampai ke otak, menimbulkan nanah. Sebenarnya infeksi awalnya dari paru-paru karena komplikasi jantung. Karena peralatan kami lengkap, maka kami tangani di AWS,” jelas dr Indah saat ditemui di ruang kerjanya.
Dokter Indah menambahkan, pasien telah menjalani serangkaian prosedur bedah, termasuk pemasangan selang untuk mengalirkan cairan dari otak.
Namun sempat ada dugaan alat tersebut tidak bekerja optimal karena cairan tidak keluar secara normal.
“Dalam dunia medis, ada istilah ‘malfungsi’. Ini bukan berarti alatnya rusak dari awal, tapi mungkin terjadi hambatan, misalnya karena protein dari cairan otak yang menyumbat saluran. Kami evaluasi terus, dan sekarang kondisinya sudah menunjukkan perbaikan,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa hasil CT-scan terbaru menunjukkan nanah di otak berkurang dari empat titik menjadi satu titik, dan cairan mulai keluar dengan normal.