TEHERAN, KOMPAS.com - Presiden Iran Masoud Pezeshkian menolak tawaran bantuan dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mengatasi krisis air di negaranya.
Dia menilai, Israel seharusnya lebih dulu menangani kondisi kemanusiaan di Gaza, sebagaimana dilansir Euronews.
Kritik tersebut disampaikan Pezeshkian pada Rabu (13/8/2025), sehari setelah Netanyahu menyampaikan pesan video yang ditujukan kepada rakyat Iran.
Baca juga: 123 Orang Tewas dalam 24 Jam Gempuran Militer Israel di Kota Gaza
Dalam pesan itu, Netanyahu berjanji Israel akan membantu mengatasi kekurangan air di Iran setelah negara tersebut "bebas" dari pemerintahan yang berkuasa saat ini, seperti dilaporkan media Israel.
"Rezim yang merampas air dan makanan dari warga Gaza mengatakan akan membawa air ke Iran? Hanya fatamorgana, tidak lebih," tulis Pezeshkian di platform X.
Dalam rapat kabinet di Teheran, Pezeshkian kembali menyinggung soal Gaza.
"Pertama, lihatlah situasi sulit di Gaza dan orang-orang yang tak berdaya, terutama anak-anak yang berjuang karena kelaparan, kurangnya akses air minum dan obat-obatan, serta pengepungan oleh rezim brutal," ujarnya.
Pernyataan tersebut menandai kembalinya ketegangan politik antara kedua belah pihak setelah perang 12 hari pada Juni.
Baca juga: Israel Pakai Istilah Lain untuk Usir Warga Palestina dari Gaza
Di dalam negeri, Iran tengah menghadapi krisis air dan listrik yang semakin parah.
Pada Rabu (15/8/2025), pemerintah memerintahkan kantor-kantor pemerintahan dan bank di sebagian besar wilayah ditutup karena lonjakan suhu musim panas dan keterbatasan pasokan listrik.
Televisi pemerintah melaporkan, ini merupakan penutupan kedua selama musim panas tahun ini.
Suhu di Teheran tercatat melampaui 40 derajat celsius, sehingga warga diimbau menghindari aktivitas luar ruangan pada jam-jam terpanas dan menghemat penggunaan air serta energi.
Baca juga: Israel Perluas Perang di Gaza, PM Selandia Baru: Netanyahu Hilang Akal
Menurut data resmi, kapasitas produksi listrik Iran saat ini mencapai sekitar 62.000 megawatt per jam pada puncaknya, sementara kebutuhan nasional mencapai 80.000 megawatt.
Para ahli memperingatkan, pemadaman listrik yang kini berlangsung dua jam setiap dua hari di Teheran dan sejumlah kota lain berpotensi diperpanjang menjadi empat jam.
Pezeshkian mengakui bahwa Iran menghadapi situasi darurat.
"Kami tidak punya air di bawah kaki kami, tidak ada air di belakang bendungan kami, jadi katakan, apa yang harus kami lakukan?" katanya kepada para pejabat pada Minggu lalu.
Ia menegaskan, negaranya berada dalam krisis serius dan tak terbayangkan serta tengah berdiskusi dengan para ahli untuk mencari solusi.
Baca juga: Pemimpin Hamas Tiba di Mesir untuk Hidupkan Lagi Rencana Gencatan Senjata Gaza
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini