KOMPAS.com - Pemerintah bakal meluncurkan meluncurkan program paket ekonomi 2025.
Program paket ekonomi 2025 adalah kebijakan yang terdiri dari 17 paket, yakni 8 program akselerasi tahun 2025, 4 program pada tahun 2026, dan 5 program tentang penyerapan tenaha kerja.
"Rapat dengan Pak Presiden tadi membahas terkait dengan kebijakan yang akan diambil yang kita beri nama program paket ekonomi di tahun 2025 ini," kata Airlangga, Senin (15/9/2025).
Airlangga mengeklaim, paket stimulus ekonomi ini mampu menyelesaikan permasalahan ekonomi dalam negeri, seperti mendorong pertumbuhan ekonomi hingga memperluas terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Lantas, seberapa efektif program paket stimulus bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi di Indonesia?
Baca juga: Pemerintah Luncurkan Paket Stimulus Ekonomi 8+4+5, Ada Magang Berbayar UMP
Direktur Eksekutif Center of Economic Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, program paket ekonomi 2025 yang diluncurkan pemerintah bukanlah hal baru.
Dia menilai, beberapa program yang disampaikan hanyalah melanjutkan program sebelumnya, sehingga belum bisa mendorong daya beli masyarakat.
Bhima mencontohkan, Koperasi Merah Putih yang hingga saat ini belum juga menyerap tenaga kerja, justru bisa menjadi saingan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
“Kalau sifatnya kompetitor UMKM, maka koperasi desa justru berisiko melemahkan omset UMKM di tengan konsumsi rumah tangga yang melambat,” kata Bhima saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/9/2025).
Baca juga: Ekonom Ungkap Plus Minus Langkah Menkeu Purbaya Gelontorkan Rp 200 Triliun ke Bank Himbara
Menurutnya, masih banyak persoalan teknis di lapangan yang membuat pelaksanaan koperasi desa Merah Putih menjadi belum efektif.
Terkait dengan insentif pajak, UMKM selama ini juga membayar PPh 0,5 persen dari pendapatan. Artinya, hal itu tidak akan berdampak banyak jika dilanjutkan.
Sebaliknya, Celios meminta pemerintah untuk menurunkan tarif PPN menjadi 8 persen, menaikkan PTKP menjadi Rp 7 juta per bulan untuk meningkatkan disposable income.
“Kalau disposable income naik, perputaran uang ke ekonomi akan jadi stimulus paling efektif,” ujarnya.
Baca juga: Beredar Imbauan agar Tidak Terima Paket dengan Resi 13 dan JO, Ini Kata J&T Express
Bhima juga mengkritik tentang kebijakan BPJS Ketenagakerjaan yang diberikan pengemudi ojek online (ojol). Menurutnya, fasilitas ini seharusnya menjadi tanggung jawab aplikator atau perusahaan penyedia jasa transportasi.
Jika menjadi bagian dari program pemerintah, hal itu dikhawatirkan bisa membebani APBN.