Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dody Setiawan
Peneliti Senior Iklim dan Energi di EMBER Energy

Peneliti iklim dan energi

Menjemput Peluang Transisi di Tengah Turunnya Batu Bara

Kompas.com - 02/09/2025, 14:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

EUFORIA produksi batu bara Indonesia tampaknya telah usai. Penurunan permintaan global dan tekanan harga hingga paruh pertama 2025, menjadi sinyal kuat bagi pemerintah dan industri untuk segera bertransformasi.

Selama tiga tahun berturut-turut, produksi batu bara Indonesia mencapai level tertinggi. Tahun lalu, produksi batu bara mencapai 836 juta ton, naik sebesar 48 persen produksi tahun 2020.

Peningkatan produksi ini didorong lonjakan permintaan dan harga batu bara akibat krisis energi.

Pemerintah juga turut mendorong ekspansi produksi dengan memberikan kelonggaran perizinan melalui perubahan persetujuan RKAB yang menjadi tiga tahun.

Total rencana produksi yang disetujui tahun ini mencapai 917 juta ton, padahal target produksi nasional hanya 739,67 juta ton.

Baca juga: Politik Ekonomi Batu Bara: Berkah Fiskal Sesaat, Beban Transisi Energi Jangka Panjang

Selain itu, pemerintah juga menerapkan tarif royalti progresif dan penahanan dana hasil ekspor guna meningkatkan pendapatan negara dari komoditas emas hitam ini.

Dampak dari produksi berlebih

Namun, sebetulnya pendekatan ini cukup berisiko. Alih-alih menggunakan penerimaan dari batu bara untuk memulai transformasi ekonomi, pemerintah malah mengandalkan peningkatan pendapatan negara pada komoditas yang mulai ditinggalkan ini.

Ekspansi yang tidak terkontrol ini dapat menyebabkan produksi berlebih yang berdampak ke permintaan dan harga pasar. Dan berita buruknya, dampak negatif ini sudah mulai terlihat di pada 2025 ini.

Pada paruh pertama tahun 2025, produksi batu bara turun 33 juta ton atau 8 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Permintaan batu bara domestik maupun ekspor keduanya mengalami penurunan.

Nilai ekspor batu bara termal bahkan turun lebih dari 21 persen atau sekitar 3,7 miliar dollar AS dibandingkan tahun lalu.

China dan India, dua importir terbesar batu bara Indonesia, memangkas impor masing-masing sebesar 20,9 juta ton dan 5,7 juta ton.

Penurunan impor ini kemungkinan akan berlanjut karena dua negara ini membangun pembangkit energi terbarukan secara agresif serta menjaga pasokan batu bara domestik guna menurunkan impor energi.

Tren penurunan batu bara ini memberikan dampak negatif bagi industri dan pemerintah. Di saat biaya produksi dan setoran ke pemerintah terus meningkat, tekanan harga dan penurunan permintaan akan semakin menggerus margin keuntungan perusahaan-perusahaan batu bara.

Bagi pemerintah, tren ini akan menghambat pencapaian target penerimaan negara dari sektor minerba.

Selain berdampak ke pasar, ekspansi batu bara dalam beberapa tahun terakhir juga meningkatkan emisi metana dari tambang batu bara atau coal mine methane (CMM).

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Industri Semen Tekan Emisi 21 Persen, Bidik Semen Hijau Nol Karbon 2050
Industri Semen Tekan Emisi 21 Persen, Bidik Semen Hijau Nol Karbon 2050
Swasta
Inquirer ESG Edge Awards 2025: Apresiasi Perusahaan hingga UMKM yang Bawa Dampak Nyata
Inquirer ESG Edge Awards 2025: Apresiasi Perusahaan hingga UMKM yang Bawa Dampak Nyata
Swasta
Tangkap dan Simpan Emisi CO2 di Bawah Tanah? Riset Ungkap Cuma Bisa Dilakukan 200 Tahun
Tangkap dan Simpan Emisi CO2 di Bawah Tanah? Riset Ungkap Cuma Bisa Dilakukan 200 Tahun
LSM/Figur
Serangga Menghilang Cepat, Bahkan di Ekosistem Alami yang Tak Tersentuh
Serangga Menghilang Cepat, Bahkan di Ekosistem Alami yang Tak Tersentuh
Pemerintah
Masa Depan Pedesaan Lebih Terjamin Berkat Hutan dan Kearifan Lokal
Masa Depan Pedesaan Lebih Terjamin Berkat Hutan dan Kearifan Lokal
Pemerintah
Pencemaran Sungai Jakarta, UMKM Diminta Segera Urus NIB dan SPPL
Pencemaran Sungai Jakarta, UMKM Diminta Segera Urus NIB dan SPPL
Pemerintah
Hari Kelebihan Sampah Plastik 2025: Dunia Gagal Kelola Sepertiga Produksi
Hari Kelebihan Sampah Plastik 2025: Dunia Gagal Kelola Sepertiga Produksi
LSM/Figur
Anggaran Naik, KLH Bakal Fokus Atasi Sampah dan Iklim
Anggaran Naik, KLH Bakal Fokus Atasi Sampah dan Iklim
Pemerintah
Sungai Jakarta 'Cemar Berat', Limbah Domestik Sumber Utamanya
Sungai Jakarta "Cemar Berat", Limbah Domestik Sumber Utamanya
LSM/Figur
TNUK Tegaskan, JRSCA Bukan Habitat Buatan bagi Badak Jawa
TNUK Tegaskan, JRSCA Bukan Habitat Buatan bagi Badak Jawa
Pemerintah
Peta Kawasan HCV Dibuat, Atasi Masalah Fragmentasi Habitat Satwa
Peta Kawasan HCV Dibuat, Atasi Masalah Fragmentasi Habitat Satwa
LSM/Figur
KLH Dapat Anggaran Rp 1,3 T untuk Belanja Pegawai hingga Pengelolaan Sampah
KLH Dapat Anggaran Rp 1,3 T untuk Belanja Pegawai hingga Pengelolaan Sampah
Pemerintah
Peneliti: Penghitungan Karbon Secara Mandiri oleh Perusahaan Tak Akurat
Peneliti: Penghitungan Karbon Secara Mandiri oleh Perusahaan Tak Akurat
LSM/Figur
PBB: Karhutla akibat Perubahan Iklim Sumbang Polusi Udara pada 2024
PBB: Karhutla akibat Perubahan Iklim Sumbang Polusi Udara pada 2024
Pemerintah
Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Bakal Dilanda Hujan
Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Bakal Dilanda Hujan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau