KOMPAS.com - Indonesia resmi meluncurkan Sapi Merah Putih pada Jumat (29/8/2025). Hewan hasil rekayasa genetik ini digadang mampu jadi jawaban menghadapi krisis iklim.
Sapi Merah Putih dikembangkan dari seleksi gen-gen unggul sapi perah lokal, sehingga punya tubuh tinggi, tahan panas, sekaligus menghasilkan emisi metana lebih rendah.
"Jadi, kalau di rekayasa genetik, bukan copot tempel ya. Justru, ini kita deteksi. Mana gen yang tahan panas, ini di boost ya. Gen yang methane (CH4) -nya kurang, ya. Ini yang di boost," ujar Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University, Epi Taufik, dalam webinar Praktik Peternakan Berkelanjutan.
Epi menekankan, pemilihan ternak rendah metana menjadi kunci penting. Pasalnya, metana jauh lebih berbahaya daripada CO2.
Baca juga: Mahasiswa IPB Latih Petani Olah Limbah Ternak Jadi Pupuk Organik Cair
"Jadi, methane itu 58 kali dari CO2. Tetapi, (emisi gas rumah kaca dari) sapi ini siklusnya berbeda dengan yang lain. Apalagi, (dengan) CO2 yang dari pembakaran bahan bakar fosil," jelas Tim Pakar Badan Gizi Nasional (BGN) itu.
Menurut Epi, metana dari sapi memang hanya bertahan sekitar 10 tahun di atmosfer, sebelum berubah menjadi CO2 yang kemudian diserap kembali tumbuhan lewat fotosintesis. Itulah yang ia sebut sebagai siklus karbon biogenik.
"Beda dengan (emisi gas rumah kaca dari) bahan bakar fosil, numpuk terus," lanjutnya.
Meski begitu, dosen Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan IPB University, Windy Al Zahra, mengingatkan ada gas rumah kaca lain yang lebih berbahaya: nitrogen oksida (N2O).
"Metana yang dihasilkan sapi akan luruh di atmosfer selama 10-12 tahun. Namun, nitrogen oksida (N2O) tidak akan luruh sampai 121 tahun," jelas Windy.
Ia menambahkan, limbah ternak yang tak dikelola dengan baik bisa memicu produksi CH? sekaligus N2O.
"Kalau N2O itu lebih berbahaya lagi. 1 kg N2O itu setara dengan 298 kali CO2 yang kita produksi," ujar Windy.
Baca juga: Krisis Iklim Perburuk Kualitas Ternak, Rasa Susu dan Keju Berubah
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya