JAKARTA, KOMPAS.com - Tim gabungan dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dan TNI menemukan 411 lubang tambang emas ilegal di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Bogor.
Direktur Penindakan Pidana Kehutanan Kemenhut, Rudianto Saragih Napitu, menjelaskan penyisiran diprioritaskan menyusul masuknya musim hujan yang bisa memicu banjir bandang hingga longsor.
"Di Gunung Halimun Salak ada 411 lubang penambangan emas tanpa izin (PETI) dan hampir ada 1.119 pondok kerja. Tentunya ini berkembang, karena kami tidak selalu mengikuti, karena lokasinya sangat jauh dari daerah jalan raya," ungkap Rudianto saat dikonfirmasi, Kamis (30/10/2025).
Baca juga: Menteri LH: Tambang Picu Dampak Serius, Aktivitasnya Harus Dikawal Kembali
Dalam operasi penertiban tambang emas ilegal di TNGHS, petugas mengidentifikasi tujuh lokasi penambangan yakni Gunung Telaga, Bukit Soka, Gunung Kencana, Gunung Botol, Gang Panjang, Cibudug, Cikidang, Pangarangan, dan Gunung Koneng. Operasi telah berlangsung selama dua hari, dalam rangka penyelamatan DAS Cisadane dan DAS Cidurian yang berada di TNGHS.
"Kami berhasil menguasai dan mengamankan satu lokus penambangan di Halimun Salak, lokasi penambangan Ciherang. Di mana lokasi penambangan ini menurut Polda ada sekitar 200 penambang, dan 31 tenda pengolahan tambang," jelas dia.
Rudianto menuturkan, tenda-tenda biru itu berfungsi menutup lubang tambang. Lalu, tenda untuk pekerja, serta penyimpanan gelundungan atau material tanah yang digali para gurandil untuk memisahkannya dengan emas.
Petugas telah menghancurkan 31 tenda biru tersebut, dan menyita barang bukti berupa sianida maupun alat penambangan.
Baca juga: Kemenhut Segel Tambang Emas Ilegal di Sekitar Mandalika
"Untuk lebih mengamankannya kami lakukan beberapa pemakaian police line di wilayah tersebut, dan kami juga memasang palang penerbitan kawasan hutan Halimun Salak," tutur Rudianto.
Ditemui secara terpisah, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengaku belum mendalami terkait dampak ekosistem tambang emas di TNGHS. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bakal mengecek ke lokasi.
"Saya belum mendapat detailnya, tetapi segera kami akan meminta Deputi Penegakan Hukum untuk melakukan koordinasi lebih lanjut," ungkap Hanif disela pertemuan Forum Rektor di Jakarta Selatan, Kamis (30/10/2025).
Dia berkata, pengelolaan dan pengawasan kawasan taman nasional, berada di bawah kewenangan Kementerian Kehutanan. Aturan kehutanan termaktub dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, UU Nomor 18 Tahun 2003, dan UU Nomor 32 2025 tentang Konservasi.
"Saya sangat berharap semua institusi yang memiliki penegakan hukum baik itu di Kementerian Kehutanan, Kementerian ESDM, Kementerian PU, mampu meningkatkan eksistensinya dalam rangka meningkatkan kapasitas lingkungan," tutur dia.
KLH juga membuka pusat pengaduan lingkungan bagi masyarakat.
"Jadi kami membuka selebar lebarnya pengaduan lingkungan hidup yang mungkin bisa kami solusikan penyelesaiannya," imbuh Hanif.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya