JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkumhut) Kementerian Kehutanan mengidentifikasi pertambangan tanpa izin (PETI) di Kawasan Hutan Produksi Terbatas Pelangan, Desa Buwun Mas, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.
Berdasarkan penelusuran, aktivitas penambangan ilegal masih dilakukan secara manual oleh lebih dari 500 warga lokal. Direktur Jenderal Gakkumhut Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, mengatakan warga menggunakan gelondong, kompresor, serta bahan kimia merkuri dan sianida untuk memisahkan kandungan emas dari batu tanpa alat berat.
“Kegiatan tambang ilegal di kawasan hutan merusak ekosistem dan mengancam keselamatan masyarakat. Kami akan menindak tegas para pelaku, namun tetap memperhatikan aspek sosial," ujar Dwi dalam keterangannya, Jumat (31/10/2025).
Baca juga: Kemenhut: Sulit Berantas Tambang Ilegal di TNGHS yang Jadi Mata Pencaharian
Petugas, lanjut dia, memasang papan penertiban fambang ilegal di empat lokasi yakni pintu masuk area tambang dekat pos jaga PT Indotan, area kolam penampung, dan dua titik lubang tambang utama pada 30 Oktober 2025 kemarin.
Menurut Dwi, penegakan hukum dilakukan secara bertahap mengingat dinamika sosial masyarakat setempat. Penindakannya bekerja sama dengan pemerintah daerah serta aparat.
"Penegakan hukum harus sejalan dengan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat agar mereka tidak bergantung pada kegiatan ilegal," kata dia.
Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnusra) nantinya akan melakukan pendekatan lintas instansi untuk mencari solusi hukum maupun ekonomi bagi masyarakat lokal yang bergantung pada PETI. Termasuk mengusulkan opsi Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Pihaknya juga tengah mencari aktor intelektual atau pengendali tambang emas ilegal.
“Keterlibatan KPK memperkuat integritas dan transparansi dalam setiap langkah penegakan hukum,” ucap Dwi.
Kasus PETI di NTB sebelumnya terungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kepala Balai Gakkumhut Jabalnusra, Aswin Bangun, mencatat titik tambang ilegal berada di Desa Prabu, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, sekitar 11 kilometer dari Sirkuit Mandalika. Verifikasi awal menunjukkan, tambang rakyat di area penggunaan lain seluas 4 hektare yang berbatasan dengan TWA Gunung Prabu.
“Kami sedang menyiapkan langkah-langkah penegakan hukum dan memperkuat koordinasi dengan seluruh pihak terkait, termasuk tokoh-tokoh masyarakat setempat," jelas Aswin, Senin (27/10/2025).
Di dalam TWA Gunung Prabu, petugas menemukan tiga lubang bekas aktivitas yang sudah ditinggalkan dan tidak ada kegiatan penambangan berlangsung. Menurut Aswin penambangan ilegal serupa pernah ditemukan pada 2018 lalu.
Baca juga: Kemenhut Temukan 411 Lubang Tambang Emas Ilegal di Gunung Halimun Salak
"Tahun-tahun sebelumnya kami sudah lakukan operasi penertiban dan penegakan hukum, namun aktivitas penambangan ilegal kembali terjadi," ungkap dia.
Petugas juga menemukan PETI di Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat. Pelaku wajib menghentikan kegiatan, memulihkan lingkungan, dan bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan.
Aswin pun meminta masyarakat melapor melalui kanal resmi jika menemukan indikasi tambang di kawasan hutan atau konservasi, dengan menyertakan lokasi, foto, dan waktu kejadian untuk mempercepat verifikasi.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya