Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenhut: Sulit Berantas Tambang Ilegal di TNGHS yang Jadi Mata Pencaharian

Kompas.com - 31/10/2025, 11:11 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengakui sulitnya memberantas tanbang emas ilegal di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Bogor. Pasalnya, penambangan emas tanpa izin (PETI) telah mengakar dan menjadi mata pencaharian masyarakat sekitar.

"Kami sampaikan ini bukan pekerjaan yang gampang, tetapi prioritas pertama kami adalah bagaimana menertibkan kawasan ini dari PETI sehingga tidak terjadi bencana alam yang akan merugikan banyak orang," kata Direktur Penindakan Pidana Kehutanan Kemenhut, Rudianto Saragih Napitu, saat dikonfirmasi, Kamis (30/10/2025).

Dia mencatat terdapat 411 lubang PETI dan 1.119 pondok pekerja tambang di lokasi itu. Guna mencegah kejadian serupa, Kemenhut mempertimbangkan untuk menindak penyedia bahan bakar, peralatan, dan pihak yang mengajak masyarakat masuk hutan untuk menambang.

Baca juga: Kemenhut Temukan 411 Lubang Tambang Emas Ilegal di Gunung Halimun Salak

"Target akhir kami adalah siapa pemodal dan penyuplai kerja kawan-kawan dan penerima dari barang-barang emas ini. Walaupun harus disadari ini tidak gampang, agak rumit juga karena sistemnya sistem sel," jelas dia.

Berdasarkan pemetaan, petugas mengidentifikasi tujuh lokasi penambangan yakni Gunung Telaga, Bukit Soka, Gunung Kencana, Gunung Botol, Gang Panjang, Cibudug, Cikidang, Pangarangan, dan Gunung Koneng. Menurut Rudianto, para pelaku memiliki pola khusus untuk menghindari jeratan hukum.

Pekerja terdiri dari penggali tanah atau gurandil, yang hasil galiannya diserahkan pada penjaga lubang galian. Penjaga ini akan menyewa ojek untuk mengangkut material emas, hingga sampai ke tangan pemilik lubang.

"Jadi setiap lubang disewa-sewakan, per tenda itu berapa ada pembayarannya. Kemudian nanti ada lagi pemasok sianida, pemasok solar yang bermain di luar, dan pemodal besarnya yang menerima emas bermain di luar," ucap Rudianto.

Ia menyebut, pola hubungan antar pelaku sering kali terputus, sehingga menyulitkan aparat menelusuri hingga ke aktor utama. Kendati dekikian, pihaknya akan menindak tegas para pelaku tambang emas ilegal.

"Untuk penegakan hukumnya kami akan kenakan Undang-Undang 18 tahun 2013 khususnya Pasal 89 ayat 1 dan 2. Kalau dia nanti perorangan dikenakan ayat 1, dia akan dipenjara tiga atau lima tahun dan didenda Rp 15 sampai Rp 100 miliar," tutur Rudianto.

Baca juga: Menteri LH: Tambang Picu Dampak Serius, Aktivitasnya Harus Dikawal Kembali

Sementara, pemilik tambang bakal dikenakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Di samping itu, Kemenhut memitigasi bencana longsor dan banjir akibat PETI serta mencari alternatif pekerjaan lain untuk para penambang. 

"Berbagai macam telah kami coba pelajari, apakah melakukan penutupan permanen dengan lumpur hasil tailing, meratakan dengan semen, atau melakukan penutupan permanen dengan peledakan," papar Rudianto.

"Dengan beberapa kasus seperti yang di sini, kami juga sudah pelajari beberapa tindakan yang cocok. Ada yang lubangnya ke bawah, ada yang mengikuti pembukaan bukit, ada juga mengarah ke dalam," lanjut dia.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
LSM/Figur
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
Pemerintah
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Pemerintah
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Pemerintah
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Pemerintah
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
Pemerintah
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Pemerintah
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Pemerintah
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
BrandzView
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
Pemerintah
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
LSM/Figur
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat 'Greenship Award 2025'
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat "Greenship Award 2025"
Swasta
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
LSM/Figur
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau