JAKARTA, KOMPAS.com – Ketika dunia makin menuntut pertambangan yang bertanggung jawab, perusahaan tambang Indonesia pun bergerak menyesuaikan diri. Salah satunya adalah PT Trimegah Bangun Persada Tbk (IDX: NCKL), atau yang lebih dikenal sebagai Harita Nickel, yang kini menjalani audit sukarela oleh Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA), lembaga penilai standar Environmental, Social, and Governance (ESG) paling ketat di dunia.
Audit ini telah dimulai sejak 2023 dan dilakukan oleh SCS Global Services. Kajian dokumen tahap pertama rampung sejak Oktober 2024, diikuti audit lapangan pada April 2025.
Hasil final audit ini akan diumumkan dalam waktu dekat, menyusul penilaian terhadap lebih dari 400 persyaratan standar ESG versi IRMA.
“ESG kini jadi pertimbangan dalam keputusan berinvestasi,” ujar Community Affairs General Manager Harita Nickel Dindin Makinudin dalam diskusi Energy Editor Society bertajuk Uncovering ESG Transformation in Indonesia’s Nickel Mining Industry di Jakarta, Jumat (4/7/2025).
Baca juga: Demi Tembus Pasar AS dan Eropa, Harita Nickel (NCKL) Jalani Audit Terketat di Dunia
Dari kiri ke kanan, Hendra Gunawan, Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM); Dindin Makinudin, Community Affairs General Manager Harita Nickel; Meidy Katrin Lengkey, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI); serta Tri Budhi Soesilo, Akademisi Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (via Zoom) dalam diskusi Energy Editor Society bertajuk Uncovering ESG Transformation in Indonesia?s Nickel Mining Industry di Jakarta, Jumat (4/7/2025).Ia menyebut PDRB Halmahera Selatan meningkat drastis sejak 2016, dengan kontribusi industri pengolahan mencapai 54,59 persen.
“Perputaran ekonomi lokal tumbuh pesat. Bahkan kebutuhan logistik seperti beras, ayam potong, hingga ikan di Pulau Obi naik signifikan. Ini bukan hanya peluang kerja, tapi juga peluang berusaha bagi masyarakat,” ujar Dindin.
Ia mencatat, saat ini terdapat 729 wirausahawan binaan Harita dengan total perputaran uang lokal mencapai Rp 14 miliar per bulan.
Baca juga: Strategi Harita Nickel (NCKL) Genjot Laba dan Pendapatan di Tengah Penurunan Harga Nikel
Audit IRMA disebut-sebut sebagai standar emas dalam tata kelola ESG tambang. Harita menjadi perusahaan nikel pertama di Indonesia yang berkomitmen pada audit ini secara sukarela.
Penilaian mencakup masukan dari masyarakat sekitar, pejabat publik, perwakilan tenaga kerja, hingga pihak berkepentingan lainnya.
Langkah ini mendapat apresiasi dari Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Hendra Gunawan.
Ia menyatakan, keberadaan cadangan nikel nasional yang mencapai 5,3 miliar ton ore dan sumber daya sebesar 18,5 miliar ton ore jadi peluang sekaligus tantangan dalam mendukung transisi energi hijau.
“Konsep pertambangan hijau berbasis ESG adalah keniscayaan. Undang-undang dan peraturan pertambangan kita terus diarahkan untuk mendukung praktik pertambangan berkelanjutan,” kata Hendra.
Baca juga: Efek Kelebihan Pasokan hingga Penurunan Kualitas, Apa Dampaknya untuk Saham Nikel?