JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar mengungkapkan, mayoritas satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) yang terkait kejadian keracunan makanan program makan bergizi gratis (MBG) belum lama beroperasi.
Hal itu berdasarkan hasil pengawasan BPOM terhadap SPPG yang berkaitan dengan kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan MBG periode Agustus-September 2025.
Data mengungkap 18 dari 19 SPPG yang terkait kejadian KLB keracunan MBG ternyata beroperasi kurang dari satu bulan.
Baca juga: Gaji Staf SPPG MBG Baru Cair 3 Bulan, Motivasi Kerja Terdampak
Salah satu dapur SPPG di Bangkalan "Berdasarkan data kami sebagai pengawas kejadian terjadinya masalah ratusan kasus dan ribuan anak-anak kita jadi korban karena di SPPG-nya yang menjadi problem. Dan mungkin mayoritas dari mereka belum memiliki sertifikat laik hygiene sanitation," ujar Taruna dalam rapat di Komisi IX DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (1/10/2025).
"Data ini menunjukkan, 18 dari 19 SPPG yang bermasalah tadi ternyata itu itulah semua yang masih menimbulkan masalah sekarang ini (keracunan makanan). Sehingga kita lihat mulai dari bulan Juli sampai dengan September awal ini, itu meningkat karena masalahnya di SPPG tersebut," jelasnya.
BPOM merinci temuan-temuan pada SPPG yang menimbulkan KLB keracunan MBG, antara lain soal sanitasi, pengolah (penjamah) pangan dan waktu distribusi.
Pada poin higiene dan sanitasi, terpantau ada dua hal yang perlu dikoreksi, yakni pembersihan peralatan dan tray (nampan MBG) kurang optimal serta pembersihan bangunan SPPG dan lingkungan kurang optimal.
Baca juga: Negara Bayar Premium, Anak-anak MBG Terima Makanan Murahan
Lalu pada poin penjamah pangan terpantau dua hal yang perlu dikoreksi. Yaitu penjamah pangan ternyata belum terpapar pengetahuan terkait dengan keamanan pangan serta praktik baik selama proses pengolahan pangan tidak dilaksanakan/tidak konsisten dilakukan, misal penggunaan masker, sarung tangan, hair net (tutup kepala).