
PERUSAHAAN rintisan yang dipimpin seorang muda dari Generasi Milenial (Gen Y) mengaku menggunakan akal imitasi (AI) seperti ChatGPT untuk memudahkannya menyusun proposal bisnis.
Ia rela mengeluarkan uang “lebih” untuk berlangganan versi premium sehingga memberikan bantuan yang jauh lebih bernilai daripada versi gratisan.
Tidak hanya itu, untuk beragam usulan solusi juga memanfaatkan akal imitasi sebagai bahan rujukan. Konsultasi dan berdiskusi tidak cuma dengan rekan sejawat, akal imitasi perlahan menggantikan peran manusia.
Perkembangan akal imitasi seperti ChatGPT memang sangat pesat. Alzoubi dan Mishra (2024) mencatat pencarian singkat menggunakan mesin Google Scholar menunjukkan bahwa ChatGPT disebut sebanyak empat kali pada tahun 2019, enam kali pada tahun 2020, dan 140 kali pada tahun 2021.
Pada tahun 2022, jumlahnya meningkat menjadi 240 kali penyebutan, dengan sekitar 138 artikel yang mencantumkan ChatGPT dalam judulnya.
Baca juga: Kiamat Industi Musik Streaming
Lonjakan signifikan terjadi pada tahun 2023, dengan lebih dari 1.000 artikel yang menggunakan istilah “ChatGPT” dalam judulnya, serta total hasil pencarian mencapai lebih dari 5.530 hingga akhir April 2023.
Peningkatan ini berkaitan dengan peluncuran publik layanan ChatGPT pada November 2022 (Reuters, 2023).
Penggunaan AI yang masif untuk menggali ide inovasi bisnis tentu harus disikapi dengan hati-hati. Hal ini karena AI seperti ChatGPT bekerja berdasarkan data dan informasi yang sudah ada, yaitu data yang digunakan untuk melatihnya.
Artinya, kemampuan ChatGPT terbatas pada pola, pengetahuan, dan ide yang pernah muncul dalam data tersebut.
Karena itu, ChatGPT tidak benar-benar “berpikir” secara kreatif atau menciptakan sesuatu yang sepenuhnya baru seperti manusia bisa lakukan.
Ia bisa menggabungkan, memodifikasi, atau meniru ide-ide lama, tapi sulit menghasilkan gagasan yang benar-benar orisinal atau inovatif yang belum pernah ada sebelumnya.
Singkatnya, ChatGPT pintar dalam meniru dan mengolah informasi yang sudah ada, tapi tidak bisa menjadi sumber kreativitas murni.
Untuk memastikan bahwa jawaban ChatGPT relevan dan bermanfaat, para penggunanya mungkin perlu memberikan konteks tambahan atau petunjuk lebih lanjut.
Selain itu, ChatGPT tidak memiliki pemahaman emosional yang diperlukan untuk benar-benar memahami struktur sosial, perasaan, dan emosi di antara manusia (Bannigan dkk., 2023).
Hal ini dapat membatasi kemampuannya dalam memberikan pendekatan inovatif yang mempertimbangkan unsur kemanusiaan dalam kreativitas (Grossenbacher, 2023).