KOMPAS.com - PT Harum Energy Tbk (HRUM) melalui anak usahanya, PT Position, mengklaim seluruh kegiatan operasional yang dilakukan sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilengkapi dengan izin resmi yang diterbitkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Perseroan membantah keras tudingan adanya dugaan aktivitas penambangan ilegal di Halmahera Timur, Maluku Utara.
“Pertama saya tegaskan, bukan penambangan. Tidak ada kegiatan mining di lokasi tersebut. Kerja sama di area itu sepenuhnya untuk pembangunan infrastruktur jalan yang menjadi fasilitas angkutan bersama,” ujar Kuasa Hukum PT Position, Indra Maasawet dalam keterangan resminya, Jakarta, Sabtu (1/11/2025).
Indra menjelaskan, persoalan pemasangan patok yang saat ini menjadi perbincangan merupakan dugaan tindak pidana yang sedang diselesaikan melalui proses hukum yang berlaku.
Oleh karena itu, perusahaan menyesalkan adanya tudingan pencurian nikel yang dinilai tanpa dasar dan tidak sesuai fakta hukum.
Baca juga: Siapa Pemilik Vale, Raksasa Nikel di Sulawesi, Benarkah Milik Brasil?
“Sengketa seharusnya diselesaikan secara profesional dan proporsional, bukan melalui tuduhan sepihak di media,” tegasnya.
Perusahaan juga membantah isu yang menyebut adanya afiliasi perusahaan dengan aparat penegak hukum.
“Kami tegaskan bahwa tidak ada keterkaitan dalam pengurusan maupun kepemilikan PT Position dengan aparat penegak hukum,” ucap Indra.
Selain itu, perusahaan memastikan seluruh aktivitas operasionalnya telah memenuhi standar perlindungan lingkungan hidup nasional. Pemantauan dan audit lingkungan dilakukan secara rutin untuk memastikan tidak terjadi kerusakan hutan maupun pencemaran.
“Tuduhan pencemaran jelas tidak berdasar karena kami memiliki hasil pemantauan lingkungan yang membuktikan kepatuhan terhadap ketentuan pemerintah,” tambah Indra.
Baca juga: Nikel Indonesia dan Percaturan Geopolitik
Terkait tudingan kriminalisasi terhadap pekerja PT WKM maupun masyarakat sekitar, Indra menegaskan proses hukum yang berjalan merupakan respons atas tindakan penghalangan operasional perusahaan yang sah sesuai undang-undang (UU).
Perusahaan meminta seluruh pihak, khususnya media massa, untuk mengedepankan verifikasi fakta yang berimbang.
“Kami percaya proses penegakan hukum di Indonesia berlangsung secara adil, imparsial, dan berdasarkan alat bukti, saksi, serta keterangan ahli di pengadilan,” tutup Indra.
Diberitakan sebelumnya, sebanyak 11 warga adat Maba Sangaji di Maluku utara divonis penjara karena melakukan protes terhadap aktivitas tambang nikel. Mereka awalnya melakukan protes pada 18 Mei 2025.
Warga menilai kegiatan tambang telah merusak hutan adat, mencemari sungai, dan menghancurkan kebun mereka. Dalam aksi tersebut, polisi menangkap 27 orang untuk diperiksa di Polda Maluku Utara.
Sebanyak 11 orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Perkara tersebut pun mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Soasio, Kota Tidore Kepulauan, pada Rabu (6/8/2025) dengan nomor registrasi 109/Psd./B/2025/PN.
Pada sidang yang digelar 16 Oktober 2025, majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara lima bulan delapan hari kepada 10 warga, dan hukuman serupa kepada satu terdakwa lainnya dalam sidang terpisah.
Mereka dinyatakan bersalah melanggar Pasal 162 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) karena dianggap menghalangi kegiatan tambang milik PT Position.
Baca juga: RI Harus Jadi Pemain Utama Industri Baterai Dunia, Bukan Sekadar Penjual Nikel
Artikel ini juga bersumber dari pemberitaan di KOMPAS.com sebelumnya berjudul: "Anggota DPR: Pemenjaraan Warga Maba Sangaji Bukti Sistem Peradilan Gagal!"
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang