JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menilai Indonesia sudah berhasil melaksanakan hilirisasi nikel.
Oleh karenanya, Brasil menjadikan pengalaman hilirisasi Indonesia sebagai contoh dalam mengelola kekayaan alam.
Presiden Lula mengatakan, negaranya saat ini baru memetakan sekitar 30 persen dari hasil kekayaan alam.
Namun, hal itu sudah mampu menyumbang 10 persen cadangan mineral kritis dunia.
"Pembentukan Dewan Nasional Mineral Kritis, yang berada langsung di bawah Presiden, akan menjadi langkah penting untuk memastikan kedaulatan kami. Kami menilai pengalaman Indonesia dalam mendorong hilirisasi nikel dan mineral lainnya di dalam negeri sebagai contoh penting bagaimana menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja berkualitas tinggi," ujar Lula dalam forum bisnis Indonesia-Brasil di Jakarta, Kamis (23/10/2025).
"Brasil tidak ingin terus menjadi sekadar pengekspor bahan mentah. Kami ingin menambah nilai di dalam negeri, dengan tanggung jawab lingkungan dan penghormatan terhadap masyarakat lokal," jelasnya.
Lula lantas menyinggung soal investasi perusahaan asal Brasil, Vale, yang sudah berlangsung sejak 1978 di kawasan tambang nikel di Sorowako, Sulawesi Selatan.
Menurutnya, pemerintah Brasil saat ini sedang mengembalikan kemampuan negara untuk merencanakan dan menarik lebih banyak investasi.
Brasil sedang melakukan modernisasi regulasi, inovasi, dan memperbaiki sistem kemitraan publik-swasta untuk investasi di masa depan.
Presiden Lula menyebut Indonesia saat ini merupakan investor terbesar ketiga dari Asia di Brasil. "Dengan total nilai investasi 1,8 miliar dollar AS di sektor minyak nabati, pulp dan kertas, tembakau, tekstil, dan logistik pelabuhan," ungkapnya.
Presiden Lula mengungkapkan, ia sudah pernah datang ke Indonesia pada 2008.
Ketika itu, Brasil dan Indonesia sudah menandatangani kemitraan strategis dalam lingkup kawasan ASEAN.
Ia mengatakan, sejak 2008 hingga 2024, nilai perdagangan bilateral Indonesia dan Brasil meningkat dari 2,2 miliar dollar AS menjadi 6,3 miliar dollar AS.
"Namun saya ingin menegaskan, angka itu masih terlalu kecil. Dua negara besar — satu dengan 280 juta penduduk dan yang lain dengan 215 juta penduduk — dengan begitu banyak kesamaan dan kebutuhan yang saling melengkapi, seharusnya bisa memiliki volume perdagangan jauh di atas 6,3 miliar dollar AS," tegasnya.
"Tapi belum terlambat untuk memperbaikinya. Kunjungan kenegaraan saya kali ini, yang merupakan kunjungan balasan atas kunjungan Presiden Prabowo ke Brasil, adalah bukti bahwa Brasil sangat serius dalam memperkuat kemitraan strategis dengan Indonesia," jelasnya.