JAKARTA, KOMPAS.com — Produsen mobil asal China kini menjadi ancaman paling serius bagi industri otomotif Amerika Serikat.
Setidaknya itu yang disampaikan CEO Ford, Jim Farley.
Menurutnya, kekuatan industri otomotif China bahkan jauh lebih besar dibandingkan gelombang Jepang pada 1980-an.
Farley menilai, keunggulan teknologi mobil listrik (EV) buatan China kini melampaui sebagian besar pabrikan Barat, sementara kapasitas produksinya sangat besar dan berpotensi menguasai pasar Amerika Utara.
“Saya pikir situasinya sama seperti saat Jepang bangkit dulu, tapi sekarang versi lebih ekstrem,” ujar Farley, dikutip dari Carscoops, Minggu (2/10/2025).
“Mereka punya kapasitas pabrik di China yang cukup untuk memenuhi seluruh pasar Amerika Utara dan membuat kami semua gulung tikar. Jepang dulu tidak punya kemampuan sebesar itu. Jadi ini adalah tingkat risiko yang benar-benar berbeda bagi industri kami,” katanya.
Mobil Listrik
Farley mengakui bahwa China kini jauh lebih unggul dalam hal teknologi kendaraan listrik, terutama dalam integrasi sistem digital di mobil.
Produsen seperti Huawei dan Xiaomi membawa pengalaman baru yang sulit disaingi oleh pabrikan Amerika.
“Mereka punya teknologi dalam mobil yang jauh lebih canggih. Huawei dan Xiaomi ada di setiap mobil. Begitu Anda masuk, ponsel tak perlu disambungkan. Seluruh kehidupan digital Anda langsung tecermin di sistem mobil,” kata Farley.
Namun, Farley menegaskan bahwa persaingan mobil-mobil China saat ini bukan hanya soal mobil listrik, tetapi juga soal dominasi teknologi secara global.
“Kami sedang bersaing secara global dengan China, dan ini bukan hanya tentang EV. Kalau kami kalah dalam hal ini, tidak akan ada masa depan untuk Ford," katanya. "China adalah ‘gorila 700 pon’ di industri kendaraan listrik. Mereka benar-benar mendominasi pasar global dan semakin kuat di luar negeri,” ungkap Farley.
Kebijakan AS
Saat ini, mobil listrik asal China masih dilarang dijual di Amerika Serikat, sehingga merek lokal masih terlindungi untuk sementara waktu.
Namun, bagi Ford yang beroperasi secara global, perlindungan itu tidak cukup untuk menahan dampak dari kemajuan teknologi China.
Kebijakan era Donald Trump, seperti penghapusan insentif pajak kendaraan listrik senilai hingga 7.500 dollar AS, juga berdampak pada menurunnya permintaan mobil listrik di Amerika.
Meski demikian, Farley optimistis perlambatan pasar EV di AS hanya bersifat sementara.
Ia memperkirakan porsi kendaraan listrik akan bertahan di sekitar 5 persen dalam waktu dekat, sebelum meningkat lagi seiring hadirnya model dengan harga lebih terjangkau.
https://otomotif.kompas.com/read/2025/11/02/102200515/mobil-listrik-china--ancam-pabrikan-as-gulung-tikar