JAKARTA, KOMPAS.com — Kebijakan pembebasan aturan ganjil–genap bagi mobil listrik, dinilai belum mampu menjawab persoalan utama kemacetan di kota besar seperti Jakarta.
Meski dikemas sebagai langkah ramah lingkungan dan dorongan menuju transisi energi bersih, insentif ini dianggap hanya menyentuh permukaan masalah, bukan akar persoalan.
Menurut Muhammad Akbar, pengamat transportasi dan tata kota, kebijakan tersebut memang terlihat progresif, namun berpotensi menjadi solusi semu jika tidak dibarengi dengan penguatan transportasi publik.
Baca juga: Cara Agar Kopling Mobil Manual Tak Rusak Setelah Lewat Banjir
“Tanpa penguatan angkutan umum, insentif ganjil–genap untuk mobil listrik hanya mengubah jenis kendaraan, bukan mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi,” ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (31/10/2025).
Sosialisasi ganjil-genap di Jalan Gunung Sahari, Jakarta Utara, Rabu (5/8/2020)Ia menambahkan, esensi dari kebijakan transportasi seharusnya bukan sekadar mengurangi emisi kendaraan, tetapi juga mengendalikan jumlah kendaraan yang beredar di jalan.
Menurutnya, tanpa sistem transportasi publik yang efisien, nyaman, dan terintegrasi, masyarakat akan tetap memilih kendaraan pribadi, baik berbahan bakar bensin maupun listrik.
“Jika tujuannya membangun kota yang sehat dan efisien, maka solusinya bukan sekadar mengganti bensin dengan listrik, tapi memperkuat transportasi publik,” kata Akbar.
Baca juga: Midget X, Reinkarnasi Legenda Daihatsu di Era Elektrifikasi
Bus Listrik Transjakarta buatan Karoseri LaksanaDengan demikian, lanjutnya, kebijakan ganjil–genap untuk kendaraan listrik sebaiknya ditempatkan dalam konteks yang lebih luas: bagaimana menciptakan ekosistem mobilitas berkelanjutan yang benar-benar berpihak pada publik, bukan sekadar mengganti teknologi kendaraan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang