SEMARANG, KOMPAS.com - Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta Hadiningrat mengeklaim bahwa dana hibah senilai Rp 1,6 miliar dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) belum disalurkan dengan tepat sasaran.
Untuk itu, GKR Wandansari Koes Moertiyah alias Gusti Moeng selaku Ketua Lembaga Dewan Adat, mengadu ke DPRD Jateng.
Dia meminta agar Pemprov tidak lagi menyalurkan hibah ke rekening pribadi Sinuwun Pakubuwono XIII, melainkan melalui lembaga yang sah.
"Rp 1,6 miliar setahun itu untuk penggajian Abdi Dalem, waktu itu ada 514 (orang). Saya menerima keluhan dari Abdi Dalem, ini pemerintah kok keliru, (dana) kok dikasihkan ke (rekening pribadi) Sinuwun, tapi kami tetap menggaji para abdi dalem sebisanya," tutur Gusti Moeng usai audiensi di kantor DPRD Jateng, Rabu (17/7/2025).
Baca juga: Pengemis yang Melempari Pengendara dengan Batu di Bantul Ternyata Ketagihan Dapat Uang Mudah
Gusti Moeng mengatakan Lembaga Dewan Adat sah mewakili Keraton Surakarta secara hukum, merujuk pada putusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap.
"Kami beraudiensi dengan DPRD Provinsi yang bersangkutan dengan dana hibah ke Keraton. Jangan sampai kami mengingatkan putusan hukum tertinggi Indonesia, Mahkamah Agung. Lembaga Dewan Adat ini kan sah mewakili Keraton Surakarta sebagai pemilik," kata dia.
Padahal, lanjut dia, Lembaga Dewan Adat sebagai badan hukum resmi telah diakui dalam putusan Mahkamah Agung sejak Desember 2023 dan dieksekusi pada 8 Agustus 2024.
"Tahun 2016 kami mengajukan proposal. Saya menanyakan nasib proposal saya itu bagaimana? Katanya sudah diterimakan kepada Sinuhun ke rekening pribadinya Sinuhun," bebernya.
Berikutnya, dia justru dikeluarkan dari Keraton dan menempuh proses hukum yang selesai pada 8 Agustus 2024.
"Jadi kami harus meluruskan kembali supaya hubungan Keraton dengan pemerintahan baik lagi," tegas Gusti Moeng.
Menurut Gusti Moeng, dana hibah yang diajukan pada 2016 itu salah sasaran dan berdampak pada kesejahteraan abdi dalem.
"Kalau di proposal yang saya ajukan, gaji abdi dalem Rp 90.000-240.000, tertinggi itu yang pengabdiannya sudah 60 tahun. Rata-rata mereka pengabdiannya sudah 15 tahun," lanjutnya.
Sejak dikeluarkan dari Keraton pada 2017, dia mengaku Lembaga Dewan Adat tidak lagi menerima dana hibah.
Padahal, telah disarankan agar dana hibah disalurkan ke lembaga berbadan hukum, bukan yayasan atau perorangan.
Baca juga: Kusir Tertidur, Kuda Bawa Andong Lawan Arah di Yogya: Insting Pulang, Tapi Jalur Salah
Merespons hal itu, anggota Komisi E DPRD Jateng, Saiful Hadi, mengaku telah mendalami dinamika pengelolaan Keraton Surakarta.
Mulai dari sejarah status keistimewaan, konflik internal sejak 2015, hingga proses hukum yang berujung pada pengakuan legalitas Lembaga Dewan Adat.
"Hibah kan berawal dari uang rakyat, ya harus tepat sasaran. Catatan untuk dinas adalah dicarikan formula yang tepat agar proposalnya tepat, eksekusinya tepat, sasarannya juga tepat," ujar Hadi.
Dia menyatakan kesiapan Komisi E untuk menindaklanjuti persoalan ini dengan memanggil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dan mendatangi langsung Keraton Surakarta.
"Dinas menyatakan, kekuasaan tertinggi dan yang berhak menerima adalah Sinuhun. Soal distribusinya bagaimana, kami tidak ikut-ikut. Nah, ini perlu diluruskan," ungkap dia.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini