SEMARANG, KOMPAS.com - Dari awal tahun 2025 hingga akhir Juni, Jawa Tengah mencatatkan 6.226 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).
Angka ini menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan dengan 17.636 kasus yang terdeteksi selama tahun 2024.
Selain itu, angka kematian akibat DBD juga menurun dari 217 kasus pada tahun lalu menjadi 54 kasus tahun ini.
Baca juga: Kasus DBD di Bandung Masih Tinggi, Wali Kota Bandung Luncurkan 3M Plus
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Tengah, Irma Makiah, menekankan pentingnya kewaspadaan masyarakat, terutama bagi kelompok rentan.
“Kalau dibandingkan tahun lalu, kita berhasil menurunkan jumlah kasus lebih dari separuh. Angka kematian juga turun banyak. Tahun lalu ada 217 orang meninggal, tahun ini sampai Juni baru 54,” ungkap Irma saat ditemui di kantornya pada Selasa (22/7/2025).
Irma menambahkan, anak-anak usia 5 hingga 14 tahun merupakan kelompok yang paling banyak terpapar DBD dan berisiko tinggi meninggal.
Hal ini disebabkan oleh daya tahan tubuh anak yang belum sekuat orang dewasa.
“DBD ini memang lebih ganas jika menyerang anak-anak. Selain karena imunitas yang belum kuat, anak-anak cenderung sulit minum saat sakit. Kebanyakan infeksinya juga terjadi pertama kali, yang biasanya lebih parah,” jelasnya.
Data Dinkes Jawa Tengah menunjukkan bahwa Kota Semarang memiliki kasus DBD tertinggi, dengan 3.016 kasus.
Hal ini disebabkan oleh sistem pelaporan yang berjalan baik.
“Bukan berarti penanganannya buruk. Justru bagus, karena pelaporan dari puskesmas hingga rumah sakit berjalan cepat. Setiap kasus demam segera ditindaklanjuti,” kata Irma.
Kasus DBD tertinggi berikutnya terjadi di Kabupaten Tegal dengan 2.449 kasus, diikuti oleh Kabupaten Pati dengan 2.216 kasus, Kabupaten Jepara dengan 1.936 kasus, dan Kabupaten Demak dengan 1.900 kasus.
Menurut Irma, penurunan kasus DBD di Jawa Tengah tahun ini tidak terlepas dari berbagai upaya promotif dan preventif yang dilakukan secara masif.
Ini termasuk penguatan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik serta program Menguras, Menutup, Mengubur (3M) Plus.
“Tahun lalu menjadi pelajaran penting. Tahun ini, pemerintah daerah bersama masyarakat lebih aktif melakukan pencegahan. Kelompok kerja DBD diaktifkan lagi, gerakan 3M Plus dijalankan lebih serius, dan edukasi ke masyarakat juga lebih gencar,” ujar Irma.
Irma juga meyakini bahwa kekebalan kelompok atau herd immunity turut berkontribusi pada penurunan kasus DBD.
Baca juga: 7 Orang Meninggal akibat DBD, 3 di Antaranya Balita
Sebagian masyarakat yang pernah terjangkit DBD kini memiliki antibodi yang membuat mereka kebal terhadap virus dengue.
Meski demikian, Irma mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada terhadap risiko DBD menjelang musim kemarau, karena genangan air dapat menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti.
“Satu nyawa pun sangat berarti. Kami mengimbau masyarakat untuk tetap menjaga kebersihan lingkungan, menguras tempat penampungan air, menutup rapat wadah air, dan menggunakan pelindung diri dari gigitan nyamuk,” tutupnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini