YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui permintaan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
Keduanya merupakan terpidana dalam kasus korupsi.
Namun, perbedaan jenis pengampunan hukum ini menimbulkan pertanyaan dari akademisi hukum.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, mempertanyakan alasan mengapa Hasto mendapatkan amnesti sementara Tom diberikan abolisi.
“Amnesti itu kan kebanyakan diberikan untuk putusan yang sudah inkrah karena dia menghapus eksekusi pidana. Sementara abolisi menghapus penuntutan dan proses hukum. Jadi seharusnya kalau belum inkrah, mestinya abolisi,” ujar Fatahillah saat dihubungi, Jumat (1/8/2025).
Baca juga: Tanggapi Prabowo Beri Amnesti Hasto, Jokowi: Presiden Pasti Punya Pertimbangan Politik...
Hasto yang merupakan Sekjen PDI-P divonis 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan dalam perkara suap kepada anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.
Suap itu guna meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme penggantian antar waktu (PAW).
Sementara Tom Lembong adalah mantan Menteri Perdagangan era Presiden Jokowi yang divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus impor gula yang merugikan negara pada tahun 2016 silam.
Ia menduga, perbedaan tersebut bisa jadi berkaitan dengan tahapan hukum yang telah ditempuh masing-masing pihak.
“Mungkin Tom Lembong sudah mengajukan banding, jadi dianggap belum inkrah dan layak diberi abolisi. Sementara Hasto belum banding, sehingga setelah tujuh hari inkrah, dia diberi amnesti. Tapi saya tidak tahu pasti, itu yang perlu didalami,” jelasnya.
Baca juga: Pengacara Tegaskan Tom Lembong Tak Bersalah meski Terima Abolisi
Fatahillah menegaskan bahwa tanpa kejelasan pertimbangan, publik sulit memahami dasar keputusan tersebut.
“Kenapa dibedakan? Tidak sama-sama diberi abolisi misalnya? Dan kenapa juga pemberiannya dibarengi, padahal putusan mereka hanya beda sekitar seminggu?” katanya.
Ia juga menyoroti latar belakang keduanya yang berbeda secara politik. Hasto adalah politisi aktif, sedangkan Tom Lembong bukan anggota partai politik.
“Nah itu yang juga menjadi tanda tanya. Dua kasus yang berbeda, dua tokoh yang berbeda, tapi pengampunannya diberikan secara bersamaan. Apa pertimbangannya?” ujar Fatahillah.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa secara konstitusional, amnesti dan abolisi adalah hak prerogatif presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UUD 1945.
Namun, keputusan tersebut tetap memerlukan pertimbangan DPR karena bernuansa politik.
Baca juga: Apa Perbedaan Amnesti dan Abolisi yang Diberikan Prabowo untuk Hasto dan Tom Lembong?
Fatahillah juga menilai sudah saatnya ada pembaruan terhadap regulasi pengampunan negara, karena aturan yang ada saat ini masih merujuk pada UU Nomor 5 Tahun 1954 yang dianggap sudah ketinggalan zaman.
“Aturan ini tidak punya batasan dan parameter yang jelas. Harusnya direvisi agar tidak bisa digunakan seenaknya tanpa landasan yang transparan,” pungkasnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini