MALANG, KOMPAS.com – Fenomena kontradiktif terjadi dalam dinamika perceraian di Kota Malang, Jawa Timur sepanjang tahun 2025.
Di satu sisi, jumlah perkara perceraian mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Namun di sisi lain, muncul tren baru yang mengkhawatirkan, yakni lonjakan kasus perceraian akibat judi online (judol).
Berdasarkan data dari Pengadilan Agama (PA) Kelas IA Malang, hingga Agustus 2025, tercatat 1.287 perkara perceraian telah ditangani.
Jika tren ini berlanjut hingga akhir tahun, maka jumlahnya diperkirakan lebih rendah dari tahun 2024, yang mencatat 1.706 perkara.
Baca juga: Korban Majelis Taklim Ambruk di Bogor Bertambah, 3 Orang Meninggal
Meski menurun secara jumlah, Ketua PA Kelas IA Malang, Nurul Maulida, menyoroti pergeseran penyebab utama perceraian, dengan judi online sebagai faktor pemicu yang meningkat tajam.
“Peningkatan kasus perceraian akibat judi online tahun ini sangat mengkhawatirkan. Kenaikannya lebih dari 100 persen. Jika sepanjang tahun 2024 kami hanya menangani 7 perkara, maka dalam 8 bulan pertama di 2025 ini sudah ada 16 perkara,” ungkap Nurul Maulida, Minggu (7/9/2025).
Nurul menjelaskan bahwa judi online bersifat destruktif dan berlapis.
Tidak hanya merusak ekonomi rumah tangga, praktik ini juga menimbulkan tekanan psikologis, konflik berkepanjangan, bahkan mengikis kepercayaan antar pasangan.
“Faktor ekonomi memang masih menjadi penyebab utama, tetapi judi online sering kali menjadi akar dari masalah ekonomi itu sendiri. Karena itu, ketahanan keluarga perlu diperkuat agar tidak mudah goyah oleh pengaruh-pengaruh destruktif seperti ini,” jelasnya.
Mayoritas gugatan perceraian yang berkaitan dengan judol diajukan oleh pihak istri, yang kerap menjadi korban langsung dari dampak buruk tersebut.
PA Malang merinci tiga penyebab utama perceraian:
Faktor lain seperti perselingkuhan, KDRT, dan judi online turut menyumbang angka yang tidak sedikit.
Menariknya, cerai gugat (oleh istri) mendominasi dengan 1.291 perkara, jauh melampaui cerai talak (oleh suami) yang hanya 430 perkara.
Ini menunjukkan bahwa perempuan lebih aktif mengambil langkah hukum untuk mengakhiri pernikahan yang dinilai tidak sehat atau membahayakan.
Selain kasus perceraian, PA Malang mencatat peningkatan perkara lain, seperti sidang isbat nikah dan perkara kewarisan.
“Saat kasus perceraian menurun, perkara lain justru meningkat. Awal tahun ini kami menggelar sidang isbat nikah untuk 84 pasangan, dan perkara kewarisan juga cukup banyak. Jadi ada pergeseran jenis perkara yang masuk ke pengadilan,” tutur Nurul.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini