MOJOKERTO, KOMPAS.com - Motif Alvi Maulana (24) yang membunuh dan memutilasi kekasihnya, TAS (25), menjadi ratusan bagian terungkap.
Polisi menyebut peristiwa ini dilatarbelakangi sakit hati terkait hubungan asmara mereka.
Keduanya tinggal bersama di indekos kawasan Lidah Wetan, Surabaya.
Pelaku yang berasal dari Desa Aek Paing, Kecamatan Rantau Utara, Labuhan Batu, Sumatera Utara itu diduga membunuh korban di dalam kamar mandi indekos, Minggu (31/8/2025).
Setelah membunuh, Alvi membuang bagian tubuh korban ke hutan di Pacet, Mojokerto.
Baca juga: Pelaku Mutilasi Kekasih Mojokerto Pernah Jadi Jagal Hewan
Kapolres Mojokerto, AKBP Ihram Kustarto menyampaikan bahwa keduanya tinggal bersama, tetapi tidak menikah secara sah maupun siri.
"Hubungan tersebut tidak ditandai dengan akta nikah. Saya tegaskan, hubungan yang bersangkutan suami istri belum sah," ujarnya pada Senin (8/9/2025).
Selama tinggal bersama, pelaku dan korban sering terlibat konflik selama kurang lebih empat tahun.
Emosi Alvi memuncak hingga dia tega melakukan pembunuhan dan mutilasi terhadap kekasihnya.
"Motif yang bersangkutan diawali dengan asmara melaksanakan kegiatan suami istri yang belum sah," ujar Ihram.
Selain itu, pelaku mengaku merasa tertekan dengan tuntutan ekonomi dan gaya hidup korban yang sulit dipenuhi.
"Kemudian tuntutan ekonomi, kemudian rasa kekerasan berlebihan sehingga terjadi peristiwa tersebut," ujarnya.
Baca juga: Pelaku Mutilasi di Pacet Simpan Kepala Korban di Indekos Selama Sepekan
Pada Sabtu (7/9/2025) sekitar pukul 10.40 WIB, warga menemukan puluhan bagian tubuh TAS di semak-semak kawasan Pacet, Mojokerto.
Alvi kini dijerat dengan Pasal 338 juncto 340 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup.
"Kemudian persangkaan pasal yang akan kami sangkakan pada yang bersangkutan adalah 340 dan atau 338," ujar Ihram.
"Artinya, dia merencanakan peristiwa 338 ini dengan sebuah perencanaan sehingga kami mainkan pasal 340 dengan ancaman hukuman minimal seumur hidup dan tidak menutup kemungkinan untuk mendapatkan hukuman yang setimpal, tergantung vonis di pengadilan nanti," kata dia.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini