KOMPAS.com - Setiap 13 Oktober, masyarakat dunia memperingati No Bra Day atau Hari Tanpa Bra yang meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap risiko kanker payudara.
Salah satunya dengan mengajak masyarakat untuk lebih peka terhadap perubahan bentuk, tekstur, atau kondisi pada payudara yang bisa menjadi tanda awal kanker.
Walau begitu, banyak orang merasa takut ketika menemukan benjolan di payudara saat melakukan pemeriksaan mandiri.
Dilansir dari Antara, para ahli menegaskan, tidak semua benjolan menandakan kanker. Sebagian besar justru bersifat jinak dan bisa diobati dengan cepat bila ditangani sejak dini.
Dalam webinar Bulan Kesadaran Kanker Payudara di tahun 2020, dokter spesialis bedah onkologi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Sonar Soni Panigoro, menjelaskan bahwa sebagian besar kasus benjolan di payudara tidak berbahaya.
Sebagian Besar Benjolan Bersifat Jinak
“85 persen benjolan di payudara itu jinak, jadi jangan takut dulu. Jadi diperiksa saja dulu. Hanya 15 persen yang ternyata tumor ganas atau kanker,” ujar Sonar.
Untuk memastikan apakah benjolan tersebut bersifat jinak atau ganas, dokter biasanya melakukan biopsi, yaitu pengambilan jaringan dari benjolan guna diperiksa lebih lanjut di laboratorium.
Sonar menekankan pentingnya pemeriksaan medis segera setelah benjolan ditemukan agar diagnosis bisa ditegakkan sejak awal.
SADARI dan Pemeriksaan untuk Deteksi Dini
Dalam kesempatan berbeda, dokter spesialis obstetri dan ginekologi, Raditya Wratasangka, menjelaskan bahwa benjolan pada pria lebih mudah teraba dibandingkan wanita karena jaringan payudaranya lebih tipis.
Ia menyarankan agar perempuan melakukan SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) pada hari ke-7 hingga ke-10 setelah menstruasi, sementara pria dapat melakukannya kapan saja.
Langkah-langkah pemeriksaan payudara mandiri yang dianjurkan meliputi:
Selain SADARI, dokter juga menganjurkan SADANIS (Pemeriksaan Payudara Klinis) oleh tenaga medis setiap enam bulan, USG payudara tiap tahun, dan bila perlu MRI payudara untuk pemeriksaan lanjutan.
Benjolan di Payudara Tidak Selalu Kanker
Sebagian besar benjolan yang ditemukan ternyata bukan kanker, melainkan disebabkan oleh kondisi lain seperti kista payudara, yaitu kantung berisi cairan jinak yang terasa kenyal di bawah kulit.
Menurut laman Medical News Today, kista bisa terasa halus atau lembut saat disentuh, dan kadang menimbulkan nyeri ringan.
Penyebab munculnya kista belum diketahui pasti, namun sering dikaitkan dengan perubahan hormon selama siklus menstruasi.
Selain kista, benjolan juga bisa disebabkan oleh abses payudara, yakni infeksi bakteri yang menimbulkan rasa nyeri, kemerahan, dan sensasi panas di area sekitar payudara.
Kondisi ini paling sering dialami oleh ibu menyusui.
Ada pula adenoma, yaitu pertumbuhan abnormal jaringan kelenjar di payudara, dan papiloma intraduktal, yaitu benjolan seperti kutil di saluran payudara.
Bagaimana Bila Benjolan Dinyatakan Kanker?
Jika hasil biopsi menunjukkan benjolan tersebut bersifat ganas, dokter akan menentukan bentuk pengobatan yang sesuai.
Sonar menyebut bahwa pembedahan masih menjadi terapi utama bagi penderita kanker payudara.
“Karena kanker payudara kanker padat, utamanya adalah pembedahan. Setelah itu bisa dilakukan penyinaran, kemoterapi, terapi hormonal, atau terapi target,” jelasnya.
Terapi pembedahan memiliki dua tujuan utama: kuratif dan paliatif.
Pada tahap awal atau stadium satu, operasi dilakukan secara kuratif untuk menyembuhkan pasien.
Namun bila kanker sudah menyebar atau menimbulkan komplikasi seperti pendarahan hebat, terapi paliatif diterapkan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien.
Menemukan benjolan di payudara memang bisa menimbulkan ketakutan, tetapi langkah terbaik bukanlah panik, melainkan segera mengatur langkah untuk segera memeriksakan diri ke dokter.
Dengan deteksi dini dan pengobatan tepat, diharapkan adanya benjolan di payudara dapat disembuhkan sepenuhnya.
https://www.kompas.com/banten/read/2025/10/12/232455588/jangan-panik-benjolan-di-payudara-tidak-selalu-pertanda-kanker-ini