KOMPAS.com – Jumlah warga di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang mengalami gangguan kesehatan jiwa cukup tinggi.
Banyaknya warga di Gunungkidul yang mengalami gangguan kesehatan jiwa bisa dilihat sebagai kombinasi dari beberapa faktor.
Seperti tekanan sosial-ekonomi dan kondisi lingkungan yang menantang. Faktor biologis atau genetik individu, seperti schizofrenia. Hingga perubahan sosial yang cepat, terutama di kalangan muda.
Meski jumlah warga yang mengalami gangguan kesehatan jiwa cukup banyak namun sayangnya, sebagian besar desa masih minim layanan kesehatan jiwa, bahkan banyak yang belum memiliki kader khusus.
Baca juga: Pakar Unpad: Biaya Berobat Gangguan Jiwa Indonesia Rp 87,5 Triliun
Untuk menjawab tantangan tersebut, tim dosen dari Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY) mengadakan pengabdian masyarakat di Karangduwet, Gunungkidul, DIY.
Program tersebut merupakan hasil hibah dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) melalui skema Pengabdian kepada Masyarakat (PKM).
Tim PKM diketuai Kondang Budiyani, M.A., Psikolog, dengan anggota Ros Patriani Dewi, M.Psi., Psikolog dan Eka Aryani, M.Pd.
Kader Posyandu diberdayakan menjadi kader kesehatan jiwa (keswa) karena sebelumnya desa ini belum memiliki kader keswa.
Pelatihan diberikan oleh Ardi Primasari, M.Psi., Psikolog dengan materi meliputi pengenalan konsep PFA (Psychological First Aid atau Pertolongan Pertama Psikologis), keterampilan komunikasi empatik, strategi dukungan psikososial dasar, hingga simulasi kasus melalui role play.
Kondang Budiyani mengatakan, pemilihan lokasi pengabdian masyarakat di Karangduwet, Gunungkidul karena tingginya kasuh bunuh diri.
Serta tingginya stigma negatif terhadap masalah kesehatan mental dan masih keterbatasan ketersediaan profesional kesehatan mental
“Kami pilih lokasi pengadian di Karangduwet juga karena stigma dan kurangnya dukungan sosial yang memadai. Kegiatan berlangsung interaktif melalui diskusi, tanya jawab, dan praktik konseling sehingga kader tidak hanya memahami teori, tetapi juga mampu mempraktikkan keterampilan dasar PFA dalam kehidupan sehari-hari,” kata Kondang Budiyani kepada Kompas.com, Rabu (22/10/2025).
Baca juga: Gen Z Pilih Jadi Freelancer, Lebih Aman untuk Mental
Menurutnya, isu kesehatan mental (kesmen) semakin penting karena berdampak besar pada kualitas hidup masyarakat.
Tidak hanya di perkotaan, warga pedesaan juga menghadapi tekanan psikologis akibat masalah ekonomi, konflik keluarga, hingga bencana alam.
Kondang menegaskan pentingnya pelatihan ini. Tim dosen ingin kader Posyandu tidak hanya berperan menjaga kesehatan fisik masyarakat, khususnya ibu dan anak, tetapi juga dapat menjadi garda yang mampu memberikan dukungan psikologis.