LONDON, KOMPAS.com – Pemerintah Inggris resmi mengumumkan pengangkatan Blaise Metreweli sebagai pemimpin baru badan intelijen luar negeri, MI6.
Ia bahkan menjadi perempuan pertama yang menduduki posisi Badan Intelijen Inggris tersebut dalam sejarah organisasi yang selama ini didominasi pria.
Penunjukan ini diumumkan oleh Perdana Menteri Inggris Keir Starmer pada Minggu (15/6/2025).
Baca juga: MI6 Rekrut Pegawai Negara China untuk Jadi Mata-mata Inggris
Metreweli akan mulai menjabat pada musim gugur tahun ini, menggantikan Richard Moore yang akan lengser. Ia menjadi Kepala MI6 ke-18 sejak lembaga tersebut didirikan.
Meski publik akrab dengan sosok "M" yang diperankan Judi Dench dalam waralaba film James Bond, kenyataannya semua 17 pemimpin MI6 sebelumnya adalah laki-laki. Berbeda dengan sebutan "M" dalam film, pemimpin MI6 secara internal dikenal dengan sandi "C".
Metreweli, yang kini berusia 47 tahun, dikenal sebagai perwira intelijen karier. Ia bergabung dengan MI6 pada 1999 setelah menyelesaikan studi antropologi di Universitas Cambridge.
Namanya mencuat saat menjabat sebagai Direktur Jenderal bagian teknologi dan inovasi, posisi yang dikenal sebagai "Q" di dalam lembaga tersebut.
“Ia adalah perwira operasional yang sangat berpengalaman, kredibel, dan sukses. Ia sangat dihormati,” ujar mantan Kepala MI6 Alex Younger sebagaimana diberitakan AFP.
“Ia telah lama berpikir mendalam tentang relasi antara manusia dan mesin. Ia memiliki rencana dan tahu bagaimana mengeksekusinya. Inilah yang akan menjaga MI6 tetap di garis depan,” tambah Younger.
Metreweli digambarkan sebagai pecandu teknologi yang telah lama mengembangkan minat terhadap dunia enkripsi dan dunia maya sejak usia muda.
Ia juga diketahui fasih berbahasa Arab dan pernah bertugas di wilayah Timur Tengah dan Eropa. Pengalaman operasionalnya juga mencakup masa penugasan di MI5, badan intelijen domestik Inggris.
Baca juga: Dinas Rahasia Arab Sudah Peringatkan Mata-mata Jerman soal Ancaman Serangan dari Pelaku
Nama keluarga Metreweli berasal dari Georgia, menandakan akar keluarganya yang berhubungan dengan Eropa Timur. Saat kuliah, ia tergabung dalam tim dayung Universitas Cambridge yang berhasil mengalahkan Oxford pada tahun 1997.
Ia juga pernah diwawancarai oleh Financial Times pada 2022 untuk artikel tentang perempuan di dunia intelijen.
Saat itu, namanya masih disamarkan. Dalam wawancara tersebut, ia mengaku selalu bercita-cita menjadi mata-mata dan menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang terpikat pada teknologi.
“Ia tumbuh besar di luar negeri, senang mempelajari teknik enkripsi sejak usia muda, dan memiliki setidaknya satu anak saat bertugas di luar negeri,” tulis media Inggris tersebut.