GAZA, KOMPAS.com - Langkah berani yang diambil oleh Perancis dan Inggris dalam proses pengakuan kedaulatan negara Palestina patut diapresiasi bukan hanya sebagai tindakan politik semata, tetapi juga sebagai pernyataan sikap moral yang menunjukkan arah baru bagi dunia internasional dalam melihat konflik panjang Palestina-Israel.
Ketika dua kekuatan besar Eropa menyatakan secara terbuka niatnya untuk mendukung kemerdekaan Palestina, maka hal ini bisa menjadi pemantik yang mempercepat terciptanya tatanan dunia yang lebih adil dan manusiawi, terutama bagi rakyat Palestina yang selama puluhan tahun hidup dalam bayang-bayang penjajahan, kekerasan, dan ketidakpastian.
Dalam konteks ini, melansir Antara pada Sabtu (2/8/2025), pernyataan Ketua Dewan Direktur GREAT Institute, Dr Syahganda Nainggolan, menjadi penting untuk disimak.
Baca juga: Susul Perancis dan Inggris, Finlandia Siap Akui Palestina
Ia menegaskan bahwa langkah Presiden Perancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer adalah bagian dari upaya konkret yang layak mendapatkan apresiasi, termasuk dari Indonesia.
Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto sebagai pemimpin negara dengan komitmen kuat terhadap prinsip kemerdekaan dan keadilan global, juga perlu menyambut baik langkah ini sebagai bagian dari konsistensi Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Langkah yang ditempuh oleh Perancis, disusul oleh Inggris, sejatinya adalah bentuk keberanian diplomatik di tengah tekanan besar, baik dari dalam negeri masing-masing maupun dari negara lain seperti Israel.
Pemerintah Israel bereaksi keras terhadap rencana pengakuan ini dan menudingnya sebagai bentuk legitimasi terhadap kelompok-kelompok yang oleh mereka disebut sebagai teroris.
Tentu saja tudingan ini tidak berdasar, jika ditinjau dari sudut pandang hukum dan kemanusiaan internasional.
Justru pengakuan terhadap Palestina dapat menjadi cara damai untuk menyelesaikan konflik panjang ini, mengingat tekanan militer selama ini terbukti hanya memperparah penderitaan warga sipil, terutama di Gaza.
Dalam pernyataannya, Syahganda menekankan bahwa langkah Inggris dan Perancis adalah bentuk kebijakan yang berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Baca juga: Tetangga RI Akan Akui Negara Palestina, Ikuti Perancis dan Inggris
Dalam peristiwa perang yang pecah sejak Oktober 2023, tercatat ribuan warga sipil Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, menjadi korban kekerasan bersenjata dari pihak Israel.
Lembaga-lembaga internasional yang kredibel seperti PBB dan Human Rights Watch bahkan menyebutkan bahwa tindakan Israel memenuhi unsur-unsur genosida, sebuah tuduhan serius yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja oleh komunitas internasional.
Di tengah krisis kemanusiaan yang semakin dalam, negara-negara di Eropa sebenarnya memiliki peran strategis untuk menghentikan kekerasan dan mendorong perdamaian.
Namun hingga kini, sebagian besar negara anggota Uni Eropa masih enggan memberikan pengakuan resmi terhadap kedaulatan Palestina, meskipun mereka sering menyatakan dukungan politik terhadap solusi dua negara.
Langkah yang diambil oleh Perancis dan Inggris kini menjadi dorongan kuat agar negara-negara Eropa lainnya berani mengambil keputusan serupa, membuktikan bahwa mereka tidak hanya berbicara tentang hak asasi manusia dan demokrasi, tetapi juga siap berdiri untuk mewujudkannya.