KOMPAS.com - Aktivis iklim asal Swedia, Greta Thunberg, menepis tuduhan antisemitisme ketika memimpin keberangkatan armada bantuan kemanusiaan kedua menuju Gaza, Minggu (31/8/2025).
Thunberg, yang kini berusia 22 tahun, bersama ratusan aktivis dari 44 negara berlayar dengan armada terbesar yang pernah dikirim ke Gaza.
Armada pertama mereka sebelumnya sempat ditahan pasukan Israel pada Juni lalu saat menggunakan kapal pesiar berbendera Inggris. Thunberg dan sejumlah aktivis kala itu dideportasi.
Baca juga: Greta Thunberg dan Aktivis Dunia Akan Berlayar Lagi Bawa Bantuan Kemanusiaan ke Gaza
Israel menuding kelompok aktivis tersebut bersikap antisemit, tuduhan yang langsung dibantah Thunberg.
“Tidaklah antisemit untuk mengatakan bahwa kita tidak boleh mengebom orang, bahwa seseorang tidak boleh hidup dalam pendudukan, bahwa setiap orang harus memiliki hak untuk hidup dalam kebebasan dan martabat, siapa pun Anda,” ujar Thunberg kepada koresponden Sky News Eropa, Siobhan Robbins.
Sebelum puluhan kapal yang membawa bantuan itu berangkat dari Spanyol, para aktivis menyerukan agar pemerintah internasional menekan Israel supaya memberi izin melintas bagi armada mereka.
Israel telah memberlakukan blokade laut terhadap Gaza sejak 2007, setelah wilayah tersebut dikuasai Hamas. Upaya serupa untuk menembus blokade juga pernah terjadi pada 2010, ketika pasukan khusus Israel menewaskan sedikitnya sembilan aktivis Turkiye di sebuah kapal bantuan.
Meski berisiko, Thunberg menegaskan ia lebih khawatir dengan sikap dunia yang dinilainya diam melihat penderitaan warga Gaza.
“Saya takut melihat bahwa kita tampaknya telah kehilangan semua rasa kemanusiaan yang kita miliki, dan tampaknya tidak ada lagi rasa belas kasihan di dunia ini di antara sebagian besar orang yang hanya bisa duduk di sofa dan menyaksikan genosida yang saya takuti,” katanya.
Israel berulang kali membantah tuduhan genosida dan menyebut kapal bantuan tersebut sebagai aksi propaganda untuk mendukung Hamas.
Dalam pernyataannya kepada Sky News, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menegaskan bahwa mereka menegakkan blokade laut demi keamanan dan siap menghadapi berbagai skenario sesuai arahan politik.
Baca juga: Soal Gaza, Greta Thunberg: Saya Tak Takut Ditahan, Saya Takut Dunia Diam
Blokade laut tetap diberlakukan di tengah konflik yang berlangsung sejak serangan Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023. Serangan itu menewaskan lebih dari 1.200 orang dan menyandera 251 lainnya.
Sebagai balasan, Israel melancarkan operasi militer yang, menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas, telah menewaskan hampir 63.000 warga Palestina.
Sejumlah wilayah di Gaza kini mengalami kelaparan, menurut pemantau global, meskipun klaim itu dibantah Israel.
Pada Maret 2025, Israel juga menutup jalur darat menuju Gaza selama tiga bulan dengan alasan Hamas menyalahgunakan bantuan.
Ketika ditanya tentang sandera Hamas yang masih ditahan, termasuk sekitar 20 orang yang diyakini masih hidup, Thunberg menegaskan ia menolak segala bentuk pembunuhan warga sipil.
“Tetapi kami menerjemahkannya menjadi kenyataan dan kami melihat berapa ratus ribu orang yang sekarat di Gaza sekarang, berapa ratus ribu orang yang telah dirampas martabat, keadilan, dan kebebasannya oleh Israel,” ujarnya.
Baca juga: Usai Dideportasi, Greta Thunberg Ungkap Pengakuan Saat Ditahan Israel
Dalam pernyataannya, IDF menyebut Israel telah memfasilitasi masuknya lebih dari dua juta ton bantuan ke Gaza sejak perang berlangsung, dengan rata-rata satu ton per orang.
Beberapa bulan terakhir, sebanyak 9.000 truk bantuan dilaporkan masuk melalui jalur darat, sekitar 300 truk per hari membawa makanan, obat-obatan, produk kebersihan, hingga barang kebutuhan pokok lain. Israel menegaskan tidak ada pembatasan kuantitatif pada jumlah bantuan yang masuk.
“Beberapa langkah signifikan telah dilaksanakan untuk meningkatkan volume bantuan dan memfasilitasi pengumpulan oleh PBB dan organisasi internasional. Data terbaru tentang pengiriman bantuan menunjukkan komitmen Israel untuk memfasilitasi bantuan kemanusiaan ke Gaza,” demikian keterangan IDF.
Thunberg menuturkan, misi armada kedua ini diharapkan dapat membuka koridor kemanusiaan untuk mengirim lebih banyak bantuan ke Gaza.
Baca juga: Israel Deportasi Greta Thunberg, Sita Kapal Madleen
“Tujuan kami adalah mengirimkan harapan dan solidaritas kepada rakyat Gaza, menunjukkan sinyal yang jelas bahwa dunia tidak melupakan Anda,” ucapnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini