KOMPAS.com - Presiden kelima Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri mengungkap alasan di balik keputusan pemakaman Presiden pertama RI Soekarno di Blitar, Jawa Timur.
Ia menegaskan bahwa pemakaman sang ayah bukan berdasarkan keinginan keluarga, melainkan keputusan Presiden Soeharto pada masa pemerintahan Orde Baru.
Dalam seminar internasional peringatan 70 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Blitar, Sabtu (1/11/2025), Megawati mengenang masa sulit setelah wafatnya Bung Karno pada tahun 1970.
Menurutnya, keluarga sempat meminta agar Soekarno dimakamkan secara kenegaraan di Taman Makam Pahlawan (TMP), tetapi permintaan itu ditolak oleh pemerintah Orde Baru.
“Hanya untuk dimakamkan saja susahnya bukan main. Makanya kenapa beliau tidak seperti biasanya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, tapi beliau dimakamkan di sini,” ujar Megawati di hadapan akademisi dan delegasi dari 30 negara.
Bung Karno Wafat sebagai Tahanan Rumah
Setelah lengser dari jabatan presiden pada 1966, Soekarno hidup dalam pengawasan ketat di bawah pemerintahan Soeharto.
Ia ditempatkan sebagai tahanan rumah dan dibatasi ruang geraknya hingga akhir hayat.
Bung Karno wafat pada 21 Juni 1970 dalam kondisi yang memprihatinkan.
Sebelum meninggal, ia pernah berwasiat agar dimakamkan di bawah pohon rindang, dekat sungai berair jernih, di tempat yang tenang dan sederhana.
Wasiat itu diungkapkan dalam buku “Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia” karya Cindy Adams.
Dalam buku tersebut, Bung Karno menyebut dirinya tidak ingin dikubur dengan kemewahan, melainkan di alam terbuka yang menggambarkan kesederhanaan dan kecintaannya pada rakyat.
Ia bahkan menginginkan tempat peristirahatan di daerah pegunungan Priangan, tempat ia pernah bertemu dengan petani bernama Marhaen.
Namun, ketika Bung Karno wafat, wasiat itu tidak diindahkan oleh Soeharto.
Pemerintah justru menetapkan bahwa pemakaman Soekarno akan dilakukan di Blitar.
Keputusan Soeharto dan Penolakan atas TMP
Presiden Soeharto kala itu memerintahkan agar Bung Karno dimakamkan di Blitar, Jawa Timur, bukan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Dalam catatan bukunya “Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya”, Soeharto menjelaskan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada pertimbangan politis dan simbolik, meskipun hingga kini alasan detailnya masih menuai perdebatan.
Megawati dalam pidatonya menyebut bahwa keluarga telah mengajukan permohonan resmi untuk pemakaman di TMP, tetapi ditolak tanpa alasan yang jelas.
“Oleh Presiden Soeharto pada waktu itu, ketika keluarga meminta untuk bisa ditempatkan sewajarnya di taman makam pahlawan, beliau tidak setuju. Tapi ditaruh di sini,” kata Megawati.
Menurut Megawati, lokasi makam di Blitar awalnya merupakan taman pahlawan kecil bagi prajurit Pembela Tanah Air (PETA) yang gugur dalam perang melawan penjajah.
“Di sini, supaya sejawat saya yang dari luar negeri tahu, ini sebetulnya dulu taman pahlawan dari banyak prajurit kami, yang disebut PETA. Pada waktu dulu melawan Belanda, tempat ini kecil dan tidak terpelihara,” tutur Megawati.
Makam Blitar Jadi Simbol Perlawanan dan Penghormatan
Meski awalnya merupakan keputusan sepihak dari pemerintah, Megawati menilai bahwa pemakaman di Blitar kini memiliki makna tersendiri.
Tempat tersebut telah menjadi simbol penghormatan dan perenungan nasional, dikunjungi masyarakat dari berbagai daerah dan negara.
“Alhamdulillah, tempat ini sekarang menjadi sangat populer. Banyak orang datang ke sini, dan ini pun sekarang jadi aneh, taman makam pahlawan juga bukan, tapi lebih dikenal dengan makam proklamator bangsa, Bung Karno,” ujar Megawati.
Megawati menilai, keputusan politik pada masa lalu tidak mengurangi penghormatan rakyat terhadap sosok Bung Karno.
Sebaliknya, makam Blitar kini menjadi ruang simbolik yang mempertemukan sejarah, perjuangan, dan identitas nasional.
Meneguhkan Nilai Perjuangan Bung Karno
Dalam kesempatan itu, Megawati juga mengajak para akademisi dan delegasi internasional untuk tidak hanya mengenang sejarah, tetapi juga meneguhkan nilai-nilai perjuangan dan arah peradaban yang diwariskan oleh sang proklamator.
“Bukan sekadar mengenang sejarah, tapi juga untuk meneguhkan kembali arah peradaban yang diwariskan oleh proklamator kemerdekaan Indonesia,” kata Megawati.
Peringatan 70 tahun Konferensi Asia-Afrika di Blitar dimulai dengan ziarah ke Makam Bung Karno oleh akademisi dan delegasi dari 30 negara.
Mereka memberikan penghormatan kepada tokoh yang menjadi penggagas utama KAA pertama di Bandung tahun 1955.
Sebagian artikel ini telah tayang di KOMPAS.com dengan judul "Megawati Kenang Soeharto Tolak Bung Karno Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan" dan "Mengapa Bung Karno Dimakamkan di Blitar?".
https://www.kompas.com/jawa-timur/read/2025/11/01/190000388/mengapa-bung-karno-dimakamkan-di-blitar-megawati-ungkap-peran