KOMPAS.com - Hari Santri diperingati setiap 22 Oktober untuk mengenang perjuangan panjang santri dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Ribuan santri di seluruh Indonesia berkumpul, melantunkan doa, dan mengibarkan bendera Merah Putih.
Namun, Hari Santri bukan hanya sekadar seremoni keagamaan; di baliknya terdapat kisah heroik tentang semangat, keikhlasan, dan perjuangan bangsa.
Baca juga: Hari Santri Nasional 2025: ASN Sumenep Wajib Berpakaian Ala Santri
Asal mula peringatan Hari Santri terkait erat dengan perjuangan pasca-Proklamasi.
Setelah Jepang menyerah pada Agustus 1945, pasukan Belanda melalui Netherlands Indies Civil Administration (NICA) berusaha kembali menguasai Indonesia.
Situasi semakin tegang, terutama di Surabaya, setelah insiden penyobekan bendera Belanda di Hotel Yamato pada 19 September 1945, yang menandai ancaman kolonial yang nyata.
Dalam suasana genting ini, KH Hasyim Asy’ari mengumpulkan para kiai dari berbagai daerah di Jawa dan Madura.
Pertemuan tersebut berlangsung pada 21-22 Oktober 1945 di Surabaya dan melahirkan Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama (NU), yang menyatakan bahwa membela kemerdekaan Indonesia adalah kewajiban agama bagi setiap Muslim.
Seruan tersebut tidak hanya mengobarkan semangat santri dan umat Islam, tetapi juga menjadi panggilan kebangsaan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Baca juga: Hari Santri 2025, Pelajar SD-SMP di Situbondo Wajib Berpakaian Muslim
Semangat yang tercipta melalui Resolusi Jihad ini melanjutkan perjuangan dalam pertempuran besar 10 November 1945 di Surabaya, yang kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan Nasional.
Dari sinilah, peran santri dan ulama dalam menjaga kedaulatan bangsa tercatat dalam sejarah sebagai kekuatan moral dan spiritual dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Baca juga: Rayakan Hari Santri, Pelajar di Situbondo Pakai Busana Muslim Selama 4 Hari
Puluhan tahun setelah peristiwa tersebut, semangat 22 Oktober kembali dihidupkan oleh generasi muda pesantren.
Pada tahun 2014, sekelompok santri dari Pondok Pesantren Babussalam di Malang mengusulkan kepada pemerintah untuk menetapkan satu hari khusus untuk mengenang peran santri dalam perjuangan bangsa.
Usulan ini mendapat sambutan positif dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), yang mengajukan tanggal 22 Oktober sebagai hari yang memiliki makna historis mendalam.
Tanggal tersebut merujuk pada seruan jihad yang dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy’ari untuk melawan penjajahan.