Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomi Lesu tapi Tunjangan DPR Naik, Masih Perlukah Negara Melakukan Efisiensi?

Kompas.com - 04/09/2025, 18:00 WIB
Alinda Hardiantoro,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

"Padahal selama ini nilai tunjangan DPR sudah tinggi, bahkan pajak PPh21-nya ditanggung negara. Kenapa masih minta kenaikan? Empati dan senses of crisis-nya kemana?" ungkap Bhima.

Baca juga: Demo 25 Agustus 2025 di DPR RI: Mahasiswa Tagih RUU, Ojol Keluhkan Ekonomi

Reset ekonomi Indonesia

Bhima mengatakan, untuk memulihkan kondisi ekonomi RI, pemerintah perlu memenuhi delapan tuntutan ekonomi rakyat.

"Tuntutan publik harus dipenuhi dulu," kata Bhima.

Berikut ini isi delapan poin tuntutan ekonomi:

  1. Copot Menteri Keuangan!
  2. Batalkan kenaikan tunjangan DPR. Tetapkan gaji tunggal anggota DPR dengan ketentuan tidak melebihi 3 kali lipat upah minimum Jakarta. Bentuk komite remunerasi independen untuk Pejabat Negara. Setiap pengeluaran dana reses anggota dewan harus menjadi informasi publik!
  3. Segera terapkan Pajak Kekayaan! Dan sahkan RUU Perampasan Aset!
  4. Revisi total regulasi perpajakan. Batalkan kenaikan tarif pajak yang membebani rakyat dan turunkan tarif PPN menjadi 8 persen
  5. Pangkas APBN untuk POLRI dan Evaluasi total anggaran MBG, KopDes Merah Putih, dan Danantara. Alihkan ke subsidi tunai untuk rakyat kecil!
  6. Dorong Restrukturisasi utang pemerintah dan stop nafsu penambahan utang baru!
  7. Jalankan putusan MK terkait Menteri dan Wakil Menteri dilarang rangkap jabatan, termasuk jadi Komisaris, khususnya Menteri Investasi dan Hilirisasi yang merangkap jadi CEO Danantara!
  8. Stop Proyek Strategis Nasional yang merugikan keuangan Negara, termasuk pembangunan Ibu Kota Negara dan Kawasan Food Estate.

Sebaliknya, jika pemerintah tidak melakukan perbaikan dengan memenuhi tuntutan tersebut, rakyat akan kehilangan kepercayaan kepada pemerintah sehingga berdampak pada pemasukan pajak.

"Rasio pajaknya akan turun di bawah 8 persen," ungkap Bhima.

Di sisi lain, rating utang pemerintah juga akan turun atau downgrade, beban bunga utang akan semakin mahal sehingga ruang untuk menstimulasi daya beli masyarakat menjadi semakin sempit.

"Ujungnya daya beli merosot, investor distrust, bahkan berujung pada krisis ekonomi," tandas Bhima.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau