Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Fakta Gerhana Bulan Total Merah Darah pada 7-8 September 2025

Kompas.com - 06/09/2025, 13:30 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Fenomena gerhana Bulan total atau total lunar eclipse akan terjadi antara Minggu (7/9/2025) malam hingga Senin (8/9/2025) dini hari.

Fenomena ini terjadi saat Bumi berada di antara Matahari dan Bulan, sehingga menghalangi cahaya Matahari yang seharusnya menyinari Bulan.

Gerhana Bulan total biasanya tampak berwarna merah darah, sehingga sering disebut juga dengan blood moon.

Baca juga: Fenomena Astronomi September 2025, Ada Gerhana Bulan Total

Berikut ini sejumlah setidaknya lima fakta mengenai gerhana Bulan total 7-8 September 2025:

1. Alasan disebut sebagai blood moon

Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin mengungkapkan, Bulan tidak akan gelap total saat fase gerhana.

“Hal tersebut terjadi karena Bulan tergelapi bayangan bumi. Namun bulan tidak gelap total,” kata dia kepada Kompas.com, Jumat (5/9/2025).

Seperti diketahui, cahaya atau sinar Matahari seharusnya menerangi seluruh penampang Bulan. Namun saat gerhana Bulan, sinar Matahari terhalangi Bumi.

Meski Bumi menghalangi, sinar Matahari tersebut masih bisa melewati atmosfer Bumi sebelum mencapai Bulan.

“Ada pembiasan sinar Matahari oleh atmosfer Bumi,” ucap Thomas.

Sebagai informasi, sinar Matahari mempunyai gelombang pendek (biru) dan gelombang panjang (merah).

Cahaya biru dari Matahari tersebut akan dihamburkan oleh atmosfer Bumi. Sehingga tidak bisa mencapai Bulan.

“Hanya cahaya merah yang diteruskan karena cahaya biru dihamburkan oleh atmosfer Bumi,” ujar Thomas.

Baca juga: Fenomena Halo Matahari Disebut Sebabkan Suhu Cuaca Menjadi Lebih Panas, Benarkah?

2. Bisa disaksikan di Indonesia

Thomas mengonfirmasi bahwa fenomena gerhana Bulan total bisa disaksikan atau diamati di Indonesia.

Fenomena gerhana Bulan ini dapat dilihat langsung dengan mata telanjang atau tanpa memerlukan alat pelindung.

“Gerhana Bulan total dan gerhana Bulan sebagian bisa dilihat langsung, tanpa alat,” ucap Thomas.

Lokasi terbaik untuk menyaksikannya, di atap, lapangan, atau taman yang jauh dari paparan lampu terang.

Masyarakat juga bisa menggunakan teropong atau teleskop untuk melihat lebih detail penampakan Bulan saat gerhana total.

Baca juga: Asal Usul Minyak Bumi, Benarkah dari Bangkai Dinosaurus?

3. Waktu terbaik untuk menyaksikan

Thomas menyampaikan, fenomena tersebut bisa dilihat mulai 7 September 2025 pukul 23.27 WIB sampai dengan 8 September 2025 pukul 02.56 WIB.

Fenomena ini dibagi menjadi beberapa fase, mulai gerhana Bulan penumbra, sebagian, hingga total. Fase gerhana Bulan total tersebut terjadi selama hampir 1,5 jam.

“Fase total terjadi pukul 00.30 WIB sampai 01.52 WIB,” ujar Thomas.

Sehingga, dia menyarankan agar masyarakat Indonesia bisa menyaksikan puncak gerhana Bulan total pada rentang waktu tersebut.

Dia juga menegaskan bahwa fenomena gerhana Bulan total kali ini bisa diamati di semua zona waktu Indonesia.

Baca juga: Punya Peran Penting bagi Kehidupan Bumi, Apa Fungsi Lapisan Ozon?

4. Dampak gerhana Bulan total

Menurut Thomas, fenomena gerhana Bulan total memberikan dampak yang tidak berbahaya bagi permukaan Bumi.

Dampaknya adalah terjadinya peningkatan pasang air laut, sama seperti peristiwa Bulan purnama maupun Bulan baru umumnya.

"Dampaknya sama dengan dampak bulan purnama pada umumnya, yaitu pasang maksimum yang berpotensi banjir rob," tuturnya.

Sementara dilansir dari Kompas.com, Kamis (4/9/2025), gerhana Bulan total juga bisa memengaruhi ritme jantung manusia.

Peningkatan detak jantung juga bisa menimbulkan dampak lain, yaitu perubahan suasana hati.

Baca juga: Bumi Bisa Makin Panas? Masa Lalu Bumi Beri Petunjuk Ini

Ilustrasi gerhana Bulan total. Gerhana Bulan total 7-8 September 2025.iStockphoto/Mantaphoto Ilustrasi gerhana Bulan total. Gerhana Bulan total 7-8 September 2025.
5. Menjadi indikator polusi udara

Warna Bulan saat terjadinya fenomena gerhana tersebut bisa dijadikan indikator tingkat polusi udara di Bumi.

Semakin pekat rona merah yang terlihat, menandakan semakin tinggi pula kadar polusi yang ada.

Fenomena warna tersebut terjadi karena pantulan cahaya Matahari di sebagian permukaan Bulan akibat pengaruh atmosfer Bumi.

Baca juga: Di Mana Titik Terendah Bumi?

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau