KOMPAS.com - Sebuah unggahan di media sosial Instagram menyebut terdapat undang-undang yang menyatakan seorang anak berhak menolak membayar warisan utang orangtuanya.
Unggahan tersebut mengatakan bahwa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), seorang anak berhak menolak warisan utang orangtuanya, dengan syarat juga menolak warisan aset.
"Siapa bilang, menurut KUH Perdata, anak berhak kok menolak warisan utang dari orangtuanya, dengan syarat kita juga harus menolak warisan aset. Ya sorry to say, orang tuaku nggak punya apa-apa, jadi mending aku tolak aja warisannya," kata akun @kels******** pada Selasa (9/9/2025).
Lantas, benarkah terdapat aturan dalam KUH Perdata mengenai anak bisa menolak warisan utang orangtuanya?
Baca juga: Soal Purbaya Keberatan Bayar Utang Kereta Cepat Pakai APBN, Apa Saja yang Perlu Diketahui?
Dosen hukum perdata di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), Anjar Sri Ciptorukmi Nugraheni menjelaskan, bahwa aturan soal menolak warisan terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), tepatnya pada Buku II tentang Harta Kekayaan, Bab XVI tentang Menerima dan Menolak Warisan.
Dalam bab tersebut dijelaskan bahwa seseorang tidak wajib menerima harta warisan dan berhak untuk menolaknya.
Berikut bunyi pasal yang terdapat dalam Bagian 1: Hal Menerima Warisan:
Baca juga: Di Situasi Seperti Apa Anak Muda Boleh Ambil Utang? Ini Saran Perencana Keuangan
Berdasarkan pasal tersebut, Anjar mengatakan, bahwa ahli waris secara pribadi mempunyai hak untuk menolak warisan.
Ia juga menegaskan bahwa keputusan tersebut bersifat pribadi dan tidak memengaruhi keputusan ahli waris lainnya.
"Jadi ahli waris secara pribadi (tidak berlaku untuk kawan warisnya) mempunyai hak untuk menerima atau menolak warisan," kata Anjar ketika dihubungi Kompas.com, Sabtu (1/11/2025).
Baca juga: Berapa Beban Utang Kereta Cepat Whoosh Jakarta-Bandung?
Sedangkan dalam Bagian 2: Hal Menolak Warisan, dijelaskan lebih lanjut perihal penolakan suatu warisan, berikut bunyi pasalnya:
Baca juga: Soal Isu Pembayaran Utang Kereta Cepat Pakai APBN, Ini Kata Pengamat
Dalam Kitab UU KUH Perdata juga dijelaskan bahwa ahli waris yang menerima warisan, harus ikut memikul pembayaran utang apabila ada.
Namun, Anjar mengatakan bahwa pembayaran utang dapat diambilkan dari harta warisan.
"Jika harta warisan tidak cukup untuk melunasi utang, maka tidak wajib bagi ahli waris untuk melunasi utang si pewaris dari hartanya sendiri," lanjut Anjar.
Hal tersebut sebagaimana tertera dalam KUH Perdata Bagian 3: Pembayaran Utang, berikut bunyi pasal-pasal tersebut:
Baca juga: Bolehkah Puasa Arafah jika Masih Punya Utang Puasa Ramadhan? Ini Kata MUI
Anjar menjelaskan bahwa soal anak tidak wajib menerima warisan dan membayar utang ini tidak hanya ada pada KUH Perdata saja, tetapi juga ada pada hukum Islam.
Namun, Anjar menganjurkan agar seorang anak membayar utang orangtua apabila utang tersebut digunakan untuk mendidik dan memelihara anak tersebut.
"Secara hukum, memang tidak wajib bagi anak untuk membayar utang ortunya, tapi jika dulu, utang ortu itu untuk mendidik dan memelihara anaknya dan sekarang anaknya sudah sukses, maka dianjurkan untuk membayar utang ortu tersebut," kata Anjar.
Sebaliknya, apabila utang orangtua disebabkan untuk hal-hal yang tidak baik, maka tidak dianjurkan untuk membayar utang tersebut.
"Lain halnya jika dulu orangtua berutang untuk berfoya-foya, atau judi, atau untuk selingkuhan atau apapun hal yang tidak baik, maka anak tidak dianjurkan untuk melunasi utang tersebut," pungkas Anjar.
Baca juga: Dilakukan Setelah Ramadhan Berakhir, Ini Aturan Bayar Fidiah untuk Mengganti Utang Puasa
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang