KOMPAS.com - OpenAI mencatat valuasi 500 miliar dollar AS atau sekitar Rp 8.316 triliun (asumsi kurs Rp 16.633 per dollar AS) setelah menyelesaikan transaksi penjualan saham karyawan kepada sejumlah investor.
Capaian ini menjadikan pemilik ChatGPT tersebut sebagai startup terbesar di dunia, melampaui SpaceX milik Elon Musk yang bernilai 400 miliar dollar AS atau sekitar Rp 6.653 triliun.
Dikutip dari Bloomberg, Kamis (2/10/2025), transaksi tersebut memungkinkan karyawan dan mantan karyawan OpenAI menjual saham senilai 6,6 miliar dollar AS atau sekitar Rp 109,7 triliun kepada investor, termasuk Thrive Capital, SoftBank Group Corp., Dragoneer Investment Group, MGX asal Abu Dhabi, dan T. Rowe Price.
Baca juga: Valuasi Startup Teknologi Tembus 1,3 Triliun Dollar AS, OpenAI di Puncak
Valuasi ini meningkat signifikan dari level 300 miliar dollar AS atau sekitar Rp 4.989 triliun dalam pendanaan yang dipimpin SoftBank awal tahun ini.
Lonjakan valuasi tersebut mencerminkan besarnya minat investor terhadap perusahaan yang memimpin pengembangan kecerdasan buatan (AI).
Meski belum mencatat keuntungan, OpenAI aktif menjalin kerja sama dengan perusahaan besar seperti Oracle Corp. dan SK Hynix Inc. untuk mendukung pembangunan pusat data global.
CEO OpenAI, Sam Altman kini mengakui bahwa kecerdasan buatan (AI) bisa menjadi salah satu penyebab manusia di-PHK.Bloomberg melaporkan, perwakilan Thrive Capital, Dragoneer, MGX, dan T. Rowe Price belum memberikan komentar. Pihak OpenAI dan SoftBank juga menolak berkomentar.
Kesepakatan ini hadir di tengah pembicaraan OpenAI dengan Microsoft Corp. untuk mengubah struktur menjadi perusahaan berorientasi laba.
OpenAI berdiri pada 2015 sebagai organisasi nirlaba dengan misi mengembangkan kecerdasan digital yang bermanfaat bagi umat manusia.
Nantinya, entitas nirlaba tetap memegang kendali atas perusahaan baru berbentuk public benefit corporation.
Baca juga: OpenAI Pimpin Lonjakan Valuasi Startup AI hingga Rp 21.500 Triliun
Meski sama-sama mendirikan OpenAI, hubungan Sam Altman dan Elon Musk kini renggang. Musk bahkan menggugat rencana restrukturisasi OpenAI dengan alasan pengkhianatan terhadap janji awal.
Ia menilai perusahaan meninggalkan tujuan semula setelah menerima pendanaan miliaran dollar AS dari Microsoft sejak 2019, setahun setelah dirinya keluar dari dewan.
Dalam bisnis, OpenAI menghadapi persaingan ketat dalam perebutan talenta AI.
Meta Platforms Inc. diketahui agresif merekrut peneliti dari OpenAI dan laboratorium lain untuk tim “superintelligence”-nya, dengan tawaran kompensasi hingga ratusan juta dollar AS (setara triliunan rupiah).
Penjualan saham sekunder ini disebut dapat membantu OpenAI mempertahankan karyawan di tengah persaingan tersebut.
Baca juga: Valuasi Microsoft Tembus Rp 65.492 Triliun, Terbesar Kedua Setelah Nvidia
Bloomberg menambahkan, jumlah saham yang terjual lebih rendah dari batas 10 miliar dollar AS atau sekitar Rp 166,3 triliun yang ditetapkan. Hal ini bisa menandakan kepercayaan karyawan terhadap prospek jangka panjang perusahaan.
Ke depan, OpenAI akan terus menghadapi kompetisi dengan Google dan Anthropic, yang juga gencar menghimpun pendanaan.
Untuk mempertahankan posisi, OpenAI meluncurkan sejumlah produk terbaru, termasuk model AI open source yang mampu meniru proses penalaran manusia. Pada Agustus lalu, perusahaan juga merilis GPT-5, model terkuat yang dimilikinya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang