SATU tahun sudah pemerintahan Prabowo Subianto berjalan. Dari berbagai kebijakannya, diplomasi dan kebijakan luar negeri menjadi salah satu sektor yang menarik perhatian.
Di tengah dinamika global yang semakin keras, seperti perang Rusia–Ukraina yang belum reda, konflik Gaza yang berkepanjangan, serta persaingan Amerika versus China di kawasan di Indo-Pasifik, Indonesia berusaha menegaskan kembali posisinya dalam diplomasi di panggung dunia.
Dengan tetap berpegang pada prinsip bebas-aktif, sesuai dengan janjinya saat kampanye Pilpres 2024, Prabowo memainkan jurus diplomasinya ke segala jurusan.
Baru saja dilantik sebagai Presiden pada 20 Oktober 2024, Prabowo tancap gas menjalankan diplomasi dan kebijakan luar negerinya. Tidak kurang dari 24 negara sudah dikunjungi.
Bagaimana membaca langkah diplomasi Prabowo selama satu tahun masa kepresidenannya?
Jika kita runut balik ke belakang saat kampanye Pilpres, Prabowo mengaku akan meneruskan politik luar negeri bebas-aktif, non-blok dan tidak memihak.
Baca juga: Prabowo: Guru Kegigihan Personal atau Publik?
Betulkah? Mari lihat data. Sejauh pantauan media, sejak dilantik sebagai presiden, Prabowo diwartakan sudah mengunjungi 24 negara dalam 16 perjalanan luar negeri.
Muhibah ke luar negeri bagi seorang presiden bukanlah perjalanan dinas biasa. Pasti ada muatan kepentingan strategis menyertainya.
Tercatat setelah pelantikannya, negara yang pertama dikunjungi Prabowo adalah China dan Amerika Serikat. Ini saja sudah memantik letupan spekulasi publik.
Kenapa China? Mengapa juga harus ke AS?
Dalam fatsun diplomasi, kunjungan pertama seorang Presiden ke suatu negara mencerminkan derajat kepentingan hubungan bilateral dengan negara terebut.
Di masa kampanye Pilpres, banyak pihak meragukan Prabowo memprioritaskan diplomasi ekonomi. Kunjungan pertama ke China menepis anggapan itu.
Kunjungan pertama ke China mengirim sinyal ke negara-negara maju lainnya: Indonesia akan melanjutkan kerja sama ekonomi dengan China. Ini sesuai dengan janji kampanyenya yang akan meneruskan kebijakan Jokowi di bidang diplomasi ekonomi.
Namun, ada satu hal yang menarik: segera setelah kunjungan ke China, Prabowo langsung terbang ke Washington, AS, untuk menemui Presiden saat itu, Joe Bidden.
Mengapa ke AS? Bukankah kunjungan ke China sudah cukup untuk menunjukkan prioritas diplomasi ekonomi dalam kebijakan luar negerinya?