JAMBI, KOMPAS.com – “Santri tidak boleh dieksploitasi, tetapi kita didik dan latih untuk punya soft skill,” demikian pesan Ya'qub Mubarak, atau yang akrab disapa Gus Ya’qub, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Muttaqin sekaligus pendiri SMK Asyriah Program Agribisnis Tanaman Pertanian (ATP) di Desa Ibru, Kecamatan Mestong, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.
Sejatinya, pria berusia 44 tahun ini memiliki mimpi besar untuk melahirkan generasi petani muda yang mandiri. “Saya tidak ingin santri keluar tanpa memiliki kemampuan, khususnya di bidang pertanian,” kata Gus Ya’qub.
Mimpi itu dimulai sejak 17 Juli 2013, ketika ia mendirikan SMK Asyriah prodi Agribisnis Tanaman Pertanian. Awalnya, sekolah ini dibangun untuk mendukung program wajib belajar sembilan tahun dengan memadukan pendidikan agama berbasis pesantren dan pendidikan formal.
Seiring waktu, sekolah ini berkembang pesat hingga memiliki lahan praktik sendiri. “Waktu itu santri harus prakering (PKL) ke luar, tapi waktunya tidak efisien, sehingga kami manfaatkan lahan pondok sebagai tempat PKL mereka,” ujarnya.
Upaya Gus Ya’qub menarik perhatian Bank Indonesia (BI). Kini, lahan seluas 10 hektare milik Pesantren Al-Muttaqin disulap menjadi sumber ketahanan pangan mandiri. Di sana tumbuh berbagai tanaman seperti cabai, jagung, kangkung, dan semangka.
Lahan rendah dijadikan kolam ikan patin dan kandang kambing. Di sisi lain, pohon buah seperti durian dan jambi juga tumbuh subur.
Pada 2018, Bank Indonesia membantu pembangunan greenhouse berukuran 500 meter persegi sebagai fasilitas modern pengembangan pertanian. Greenhouse tersebut mampu mengendalikan suhu, kelembapan, dan cahaya, sehingga tanaman tumbuh optimal.
“Hasil pertama ada satu ton cabai yang kita panen. Setelah kebutuhan santri terpenuhi, sisanya dijual ke Pasar Talang Gulo,” kata Gus Ya’qub. Setelah panen cabai, greenhouse ditanami melon dengan hasil yang menjanjikan.
“Sebagai tanaman pertama, melon ini sudah sangat berhasil. Beratnya bisa mencapai satu setengah kilogram,” tambahnya.
Baca juga: Dosen IPB Tingkatkan Kualitas Pepaya dan Cabai dengan Geotekstil Sabut Kelapa
Para santri dilatih oleh alumni SMK Asyriah yang kini kuliah di bidang pertanian, dibantu tenaga pengajar dari Pesantren Tani Bandung yang difasilitasi BI.
Gus Ya’qub menargetkan pada 2030 SMK Asyriah mampu memenuhi kebutuhan pangan pesantren secara mandiri. “Targetnya ketahanan pangan menjadi ekonomi protek, minimal kebutuhan pokok seperti cabai, sayuran, dan ikan bisa dipenuhi sendiri,” jelasnya.
Ponpes Al-Muttaqin yang kini menampung 556 santri berupaya mengefisiensi biaya dengan sistem pertanian terintegrasi melalui Badan Usaha Milik Pesantren (BUMP).
“Nantinya hasil pertanian masuk ke BUMP, dapur pesantren beli dari situ, dan perputaran ekonomi tetap berjalan,” ujarnya.
“Semoga 2030 kita mampu memenuhi kebutuhan pokok pondok dari hasil pertanian sendiri. Kita ingin pesantren punya ketahanan pangan yang mandiri,” tutup Gus Ya’qub.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang