KOMPAS.com - Wakil Gubernur Banten, Achmad Dimyati Natakusumah, mengatakan akan mengambil langkah tegas terhadap ratusan penambang emas ilegal yang beroperasi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), yang terletak di Kabupaten Lebak, Banten, serta Kabupaten Sukabumi dan Bogor, Jawa Barat.
Dimyati menegaskan penambangan ilegal ini sudah merusak lingkungan dan berpotensi merugikan negara.
"Gak ada beking-beking, kecuali bekingnya Prabowo, tapi kan Presiden meminta menuntaskan yang ilegal, komit. Kita tegak lurus seperti Presiden, bukan hanya disikat, tapi dihajar, gak boleh merugikan negara, " terang Dimyati usai menutup sebuah tambang ilegal di Rangkasbitung, Lebak, pada Jumat (24/10/2025).
Dimyati juga mengungkapkan bahwa ia berani menutup tambang ilegal di wilayah tersebut karena mengikuti instruksi Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas tambang ilegal di seluruh Indonesia.
Baca juga: Markas Penambang Ilegal Kepung Gunung Halimun Salak sejak 1990-an, Kenapa Sulit Dibasmi?
Sebelumnya, keberadaan ratusan tenda biru di kawasan TNGHS yang digunakan oleh penambang ilegal atau gurandil, menjadi viral setelah citra satelit Google Maps menampilkan gambar tersebut.
Tenda-tenda ini menandakan aktifitas pertambangan emas yang sudah berlangsung sejak 1990-an.
Kepala Balai TNGHS, Budhi Chandra, mengonfirmasi bahwa tenda-tenda yang terlihat di citra satelit memang milik para penambang ilegal.
"Benar, tenda-tenda yang terlihat dalam citra satelit tersebut merupakan milik para penambang emas ilegal atau gurandil yang beroperasi di dalam kawasan TNGHS," kata Budhi kepada Kompas.com, Sabtu (25/10/2025).
Baca juga: Seorang Penambang Ilegal di Gunung Botak Ditemukan Tewas dengan Tubuh Penuh Luka
Budhi menjelaskan bahwa aktivitas pertambangan emas ilegal (PETI) di kawasan ini telah berlangsung sejak awal 1990-an, dan semakin meningkat setelah PT ANTAM tidak lagi beroperasi di wilayah tersebut.
Lokasi yang digunakan untuk pertambangan emas ilegal ini mencakup jalur emas Cikotok–Cirotan–Gang Panjang–Cibuluh, yang terhubung hingga ke Pongkor, Bogor.
Baca juga: Didukung Jaksa Agung, Dedi Mulyadi Tindak Penambang Ilegal di Bogor
Saat ini, TNGHS mencatatkan ada 36 titik lokasi PETI di kawasan Lebak dan Bogor, dengan jumlah tenda mencapai sekitar 250 unit di titik-titik utama seperti Cibuluh, Cibarengkok, dan Ciberang.
Sebagian besar penambang ilegal tersebut adalah warga lokal yang tinggal di sekitar TNGHS, dengan sekitar 90 persen berasal dari Kabupaten Lebak.
Upaya penertiban yang dilakukan oleh TNGHS, seperti operasi gabungan pada tahun 1998 dan 2017 yang melibatkan TNI, Polri, dan PT Antam, belum sepenuhnya berhasil karena medan yang sulit dijangkau dan terbatasnya personel di lapangan.
"Lokasi PETI berada jauh di dalam kawasan, akses jalan kaki sekitar lima jam dan terbatasnya personel TNGHS di lapangan, sementara jumlah penambang sangat besar," ujar Budhi.
Baca juga: Dedi Mulyadi Bakal Pakai UU Tipikor Berantas Penambang Ilegal di Jabar
Aktivitas pertambangan emas ilegal di kawasan TNGHS mengancam kelestarian lingkungan dan ekosistem.
Penggunaan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida telah mencemari aliran sungai yang menjadi sumber air bagi warga di hilir.
Selain itu, penebangan pohon secara ilegal untuk memperkuat lubang tambang dan membangun tempat tinggal juga semakin memperburuk kondisi vegetasi dan meningkatkan risiko longsor di lereng curam.
"Selain air yang tercemar, banyak satwa liar yang terusik. Habitat mereka terganggu dan fungsi ekosistem hutan mulai menurun," ujar Budhi.
Sebagian artikel telah tayang di Kompas.com dengan judul: Wagub Banten Dimyati Bakal "Hajar" Penambang Ilegal Gunung Halimun Salak! dan Terbongkar! Gunung Halimun Salak Dikepung Ratusan Kemah Markas Penambang Ilegal.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang