KOMPAS.com - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menegaskan bahwa penemuan ladang ganja di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) tidak berkaitan dengan kebijakan pembatasan penggunaan drone maupun rencana penutupan kawasan wisata.
Klarifikasi ini disampaikan menyusul beredarnya spekulasi yang mengaitkan kebijakan konservasi dengan kasus narkotika di wilayah tersebut.
Menurut Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Satyawan Pudyatmoko, ladang ganja tersebut ditemukan pada September 2024, hasil dari pengembangan kasus narkotika yang ditangani oleh Kepolisian Resor Lumajang.
Baca juga: Bukan di Bromo, Ladang Ganja TNBTS Ada di Semeru
“Tanaman ganja ditemukan di kawasan TNBTS pada bulan September 2024. Lokasi tersebut merupakan hasil pengembangan kasus narkotika yang ditangani oleh Kepolisian Resor Lumajang,” ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu, dilansir dari Antara.
Baca juga: TNBTS Bantah Penutupan Pendakian Semeru Terkait Ladang Ganja Bromo
Penemuan ladang ganja ini merupakan hasil operasi tim gabungan yang terdiri dari Balai Besar TNBTS, Kepolisian Resor Lumajang, TNI, serta perangkat Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang.
Operasi yang berlangsung pada 18-21 September 2024 itu berhasil mengungkap keberadaan ladang ganja di Blok Pusung Duwur, Kecamatan Senduro, dan Gucialit.
Tim menggunakan teknologi drone dalam pemetaan lokasi tanaman ganja. Hasil pemetaan menunjukkan bahwa ladang ganja berada di lokasi yang sulit dijangkau, tersembunyi di balik semak belukar lebat serta berada di lereng curam.
Baca juga: Kemenhut: Temuan Ladang Ganja di Bromo Tak Terkait Pembatasan Drone
Setelah ditemukan, tim gabungan yang terdiri dari petugas Balai Besar TNBTS, Kepolisian Resor Lumajang, Polisi Hutan, dan anggota Manggala Agni dengan dukungan masyarakat setempat segera melakukan pembersihan dan pencabutan tanaman ganja. Barang bukti tersebut kemudian diserahkan kepada pihak kepolisian.
Hingga saat ini, Kepolisian Resor Lumajang telah menetapkan empat tersangka, yang semuanya merupakan warga Desa Argosari, Kecamatan Senduro. Keempatnya kini tengah menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Lumajang.
Menanggapi spekulasi yang mengaitkan temuan ladang ganja dengan kebijakan pembatasan drone dan rencana penutupan TNBTS, Satyawan menegaskan bahwa kedua hal tersebut tidak memiliki keterkaitan.
Ia menjelaskan bahwa aturan mengenai pembatasan penggunaan drone di kawasan konservasi telah diatur sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Bahkan sebelum aturan tersebut diterbitkan, penggunaan drone di kawasan Gunung Semeru sudah diatur dalam prosedur standar operasional (SOP) sejak 2019. Oleh karena itu, kebijakan ini bukanlah kebijakan baru yang muncul sebagai respons terhadap temuan ladang ganja.
Sebagai langkah antisipasi agar kejadian serupa tidak terulang, Kemenhut memastikan akan meningkatkan patroli dan pengawasan di kawasan TNBTS. Hal ini dilakukan dengan bekerja sama dengan pihak kepolisian, aparat keamanan, serta masyarakat setempat.
Dengan adanya penegasan ini, diharapkan masyarakat tidak terpengaruh oleh isu-isu yang tidak berdasar terkait hubungan antara kebijakan konservasi dengan kasus narkotika di TNBTS.
Pemerintah berkomitmen menjaga kelestarian kawasan konservasi sembari tetap mendukung upaya pemberantasan peredaran narkotika di wilayah tersebut.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang