KOMPAS.com - Kasus keracunan makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat menyebabkan 25 orang jadi korban.
Terdiri atas 24 siswa dan seorang guru, mengalami gejala mual, muntah, serta sakit perut setelah menyantap menu makan siang di SDN 12 Benua Kayong.
Kepala Dinas Kesehatan Ketapang, Feria Kowira, mengonfirmasi bahwa delapan pasien tambahan masuk rumah sakit pada Selasa malam sehingga total korban bertambah.
“Total yang ditangani menjadi 25 orang,” kata Feria di RSUD dr. Agoesdjam.
Dari jumlah tersebut, 22 pasien telah pulih dan dipulangkan, sementara tiga masih dirawat. Biaya perawatan seluruh korban ditanggung pemerintah daerah.
Baca juga: Gubernur Kalbar Marah soal Siswa Keracunan MBG: Siapa Koordinatornya? Saya Cari!
Fakta mengejutkan muncul ketika diketahui bahwa menu makan siang menggunakan ikan hiu goreng. Kepala Regional MBG Kalbar, Agus Kurniawi, menyebut kejadian ini sebagai bentuk kelalaian dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Mulia Kerta.
“Soal menu ikan hiu, itu murni kesalahan dan keteledoran dari SPPG kami. Mereka tidak teliti memilih menu. Ikan hiu itu dibeli dari TPI Rangga Sentap, produk lokal,” ujarnya.
Agus menegaskan ikan hiu tidak semestinya disajikan untuk anak sekolah. Selain jarang dikonsumsi, ada potensi kandungan zat berbahaya seperti merkuri.
Baca juga: 20 Siswa SD di Kalbar Keracunan MBG, Kepala Dapur Hanya Lontarkan Satu Kata
“Harusnya menu yang dipilih itu yang digemari siswa. Anak-anak jarang sekali mengonsumsi ikan hiu. Bisa saja ikan hiu ini memiliki kandungan merkuri. Itu yang sangat saya sesalkan,” tambahnya.
Ia juga menyatakan, jika investigasi membuktikan bahwa makanan dari dapur tersebut menjadi penyebab keracunan, SPPG Mulia Kerta akan ditutup permanen.
Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Dapur Mitra Mandiri 2 ditutup sementara usai sejumlah siswa SDN 12 Benua Kayong, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar) diduga mengalami keracunan makanan bergizi gratis (MBG). Insiden ini menimbulkan keresahan di kalangan wali murid. Banyak orang tua kini melarang anak-anak mereka menyantap menu MBG di sekolah. Ratna (36), warga Benua Kayong, memilih mengemas bekal dari rumah.
“Daripada berisiko, lebih baik anak saya bawa bekal dari rumah,” ujarnya.
Susilo (53), wali murid lain, juga mengaku trauma.
“Hari ini lebih banyak siswa tidak berani makan MBG. Kami juga melarang anak kami. Risikonya lebih besar daripada manfaatnya,” katanya.
Baca juga: Korban Keracunan MBG di Ketapang Bertambah Jadi 25 Orang, Dapur Ditutup Sementara
Kepala Sekolah SD Santa Monica Ketapang, Yohanes Aliman, menambahkan bahwa konsumsi MBG menurun drastis.