KOMPAS.com - Aksi unjuk rasa ratusan siswa di Yahukimo, Papua Pegunungan, menolak program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak perlu terjadi apabila pelaksanaannya digelar oleh pihak-pihak yang "memahami dinamika" konflik di wilayah itu, kata seorang pengamat.
"Itu yang saya bilang, [penyelenggara MBG] itu [semestinya] yang mengerti sampai sedalam-dalamnya, dinamika, arti, penafsiran [situasi di Yahukimo], itu ya pemerintah daerah," kata akademisi Universitas Papua, Manokwari, Papua Barat, Agus Sumule.
Hal itu dia utarakan menanggapi pendapat para pengunjukrasa di Yahukimo, Senin (03/02) yang mempertanyakan keterlibatan pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pelaksanaan MBG di wilayah itu.
"Di Yahukimo itu kan ada caretaker pemda, di Intan Jaya juga begitu," ujar Agus Sumle.
"Mereka yang [seharusnya yang] bicara, mereka bisa berkomunikasi dengan berbagai pihak," tambahnya kepada wartawan di Intan Jaya, Yamoye Abeth, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Selasa (04/02).
Baca juga: Pelajar di Papua Tolak MBG, Mentri PPPA: Mungkin Belum Tahu Niat Baik Presiden
Pada Senin (03/02), sekitar 500 siswa SMA, SMP dan SD menggelar unjuk rasa di sekitar Tugu Jam, Kota Dekai, Yahukimo.
Dalam aksinya, Forum Pelajar se-Yahukimo berorasi dan membeberkan spanduk yang intinya menolak program Makan Bergizi Gratis (MBG).
"Kami monolak makan bergizi gratis, yang kami minta adalah beasiswa gratis," kata Donny Siep, salah-seorang pimpinan pengunjuk rasa kepada BBC News Indonesia, Selasa (04/02).
Dalam poster dan spanduknya, mereka juga mempertanyakan kehadiran pasukan TNI dalam proses pembagian makanan bergizi secara gratis itu.
"Di sini kan daerah konflik, dan TNI bawa makanan itu dengan mobil perang, sehingga banyak pelajar dan orang tua siswa yang takut," papar Donny.
Baca juga: KSAD Pastikan Personel dan Kendaraan TNI AD Bantu Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis
Para siswa itu juga menuntut pendidikan "gratis, ilmiah dan demokratis".
Menanggapi tuntutan tersebut, Wakil Bupati Yahukimo terpilih, Esau Miram, mengeklaim program MBG telah diluncurkan di wilayahnya pada awal Januari 2025.
Menurutnya sebagian program itu "sudah berjalan dan sudah dinikmati". Esau mengaku program itu telah mendapat tanggapan positif oleh para siswa.
"Kalau sekarang ada penolakan, maka pihak sekolah akan dipanggil untuk dengar apa yang menjadi penyebabnya sehingga ada penolakan," ujarnya.
"Yang terpenting saat ini bagaimana mencari formulasi yang tepat untuk penerapannya di wilayah pegunungan yang harus menggunakan pesawat," jelasnya.
Baca juga: OPM Tolak Program Makan Bergizi Gratis, Istana: Mereka Berhadapan dengan TNI-Polri