Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Australia Minta Maaf Setelah Serahkan Dokumen Palsu Hasil AI dalam Kasus Pembunuhan

Kompas.com - 16/08/2025, 11:30 WIB
Fatimah Az Zahra,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Di Melbourne, Australia, seorang pengacara senior meminta maaf kepada hakim karena menyerahkan dokumen dalam sebuah kasus pembunuhan yang berisi kutipan palsu dan putusan kasus fiktif yang dibuat dengan bantuan kecerdasan buatan (AI).

Kesalahan ini terjadi di Mahkamah Agung Victoria pada Rabu (13/8/2025). Pengacara pembela, Rishi Nathwani, yang memiliki gelar bergengsi King’s Counsel, mengaku bertanggung jawab penuh atas informasi yang salah tersebut.

Nathwani diketahui sedang mengurus kasus seorang remaja yang didakwa melakukan pembunuhan. Ia menyampaikan permintaan maafnya kepada Hakim James Elliott pada Rabu, mewakili tim pembela.

"Kami sangat menyesal dan malu atas apa yang terjadi,” kata Nathwani.

Kesalahan yang dihasilkan AI ini menyebabkan penundaan 24 jam dalam penyelesaian kasus, yang semula diharapkan selesai pada Rabu.

Baca juga: AI sebagai Pencerita Karya Jurnalistik

Memuat kutipan palsu dan referensi kasus yang tidak ada

Dikutip dari ABC News, Jumat (15/8/2025), dokumen yang salah tersebut diketahui memuat kutipan palsu dari pidato di legislatif negara bagian.

Selain itu, terdapat juga referensi kasus dari Mahkamah Agung yang sebenarnya tidak ada.

Kesalahan tersebut ditemukan oleh staf Elliott, yang tidak dapat menemukan kasus-kasus yang dikutip dan kemudian meminta pengacara pembela untuk menyediakan salinannya.

Berdasarkan dokumen pengadilan, para pengacara mengakui bahwa sitasi tersebut sebetulnya tidak ada dan bahwa dokumen yang mereka ajukan berisi fictitious quotes.

Mereka menjelaskan bahwa mereka telah memeriksa sitasi awal dan menganggap sitasi yang lain juga benar. 

Baca juga: Pengacara Agung Sedayu Sebut Pagar Laut Tangerang untuk Lindungi Lahan dari Abrasi

Dokumen pengajuan itu juga dikirimkan kepada Jaksa Daniel Porceddu, yang tidak memeriksa keakuratannya.

Hakim mencatat bahwa Mahkamah Agung telah mengeluarkan pedoman tahun lalu mengenai cara pengacara menggunakan AI.

“Tidak dapat diterima jika kecerdasan buatan digunakan kecuali hasil dari penggunaannya diverifikasi secara independen dan menyeluruh," tegas Eliott.

Dokumen pengadilan diketahui tidak menyebutkan sistem kecerdasan buatan generatif jenis apa yang digunakan oleh para pengacara.

Baca juga: Jadi Korban Pemerasan Menggunakan Foto Editan AI, Apa yang Harus Dilakukan?

Kasus-kasus AI dalam dunia peradilan

Kasus-kasus mengenai AI dalam dunia peradilan pernah terjadi sebelumnya.

Pada 2023, di Amerika Serikat, dua pengacara dan sebuah firma hukum mendapat denda sebesar 5.000 dollar AS (sekitar Rp 80 juta) dari hakim federal karena mereka menyerahkan dokumen hukum yang berisi informasi palsu dari ChatGPT.

ChatGPT tersebut diketahui membuat penelitian hukum, dan AI tersebut menghasilkan data atau referensi yang tidak benar.

Beberapa bulan kemudian, kasus serupa juga terjadi. Pengacara Michael Cohen, mantan pengacara pribadi Presiden AS Donald Trump, mengutip putusan pengadilan palsu yang dibuat oleh AI dalam dokumen hukumnya.

Cohen mengaku bertanggung jawab dan menjelaskan bahwa ia tidak menyadari alat Google yang digunakannya untuk penelitian hukum juga bisa menghasilkan apa yang disebut “halusinasi AI".

Baca juga: Kurir di India Manfaatkan AI untuk Layani Pelanggan Berbahasa Inggris

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Terkini Lainnya
Sosok Menteri Abdul Kadir Karding yang Kena Resuffle, Digantikan Mukhtarudin
Sosok Menteri Abdul Kadir Karding yang Kena Resuffle, Digantikan Mukhtarudin
Tren
Prabowo Lantik Gus Irfan Jadi Menteri Haji dan Umrah, Ini Profil Lengkapnya
Prabowo Lantik Gus Irfan Jadi Menteri Haji dan Umrah, Ini Profil Lengkapnya
Tren
Kenapa Pemerintah Perlu Memenuhi Semua 17+8 Tuntutan Rakyat? Ini Kata Pengamat Politik
Kenapa Pemerintah Perlu Memenuhi Semua 17+8 Tuntutan Rakyat? Ini Kata Pengamat Politik
Tren
Presiden Prabowo Bersiap Umumkan Reshuffle, 5 Kementerian Terimbas
Presiden Prabowo Bersiap Umumkan Reshuffle, 5 Kementerian Terimbas
Tren
Pewaris Takhta Pangeran Hisahito Sudah Dewasa, Jepang Hadapi Tekanan Aturan Suksesi
Pewaris Takhta Pangeran Hisahito Sudah Dewasa, Jepang Hadapi Tekanan Aturan Suksesi
Tren
21 Tahun Kematian Munir, Ini Deretan Kasus HAM yang Pernah Diperjuangkan
21 Tahun Kematian Munir, Ini Deretan Kasus HAM yang Pernah Diperjuangkan
Tren
Update Orang Hilang usai Demo Agustus 2025, KontraS: 5 Orang Belum Ditemukan
Update Orang Hilang usai Demo Agustus 2025, KontraS: 5 Orang Belum Ditemukan
Tren
Dibicarakan Putin dan Xi Jinping, Benarkah Tranplantasi Organ Bisa Bikin Hidup 150 Tahun?
Dibicarakan Putin dan Xi Jinping, Benarkah Tranplantasi Organ Bisa Bikin Hidup 150 Tahun?
Tren
4 Cara Mengajarkan Anak agar Tidak 'Tone Deaf', Saran dari Psikolog
4 Cara Mengajarkan Anak agar Tidak "Tone Deaf", Saran dari Psikolog
Tren
Cara Cek Kesehatan Baterai iPhone dan HP Android
Cara Cek Kesehatan Baterai iPhone dan HP Android
Tren
Gaji Guru Indonesia Paling Rendah di ASEAN, Ini Perbandingannya
Gaji Guru Indonesia Paling Rendah di ASEAN, Ini Perbandingannya
Tren
Apa Itu Daddy Issues? Berikut Pengertian dan Faktor Penyebabnya
Apa Itu Daddy Issues? Berikut Pengertian dan Faktor Penyebabnya
Tren
Cara Hitung Tagihan Listrik Pascabayar Bulanan, Biar Bisa Kontrol Pemakaian
Cara Hitung Tagihan Listrik Pascabayar Bulanan, Biar Bisa Kontrol Pemakaian
Tren
Apa Efek Samping Konsumsi Makanan yang Terpapar Zat Radioaktif?
Apa Efek Samping Konsumsi Makanan yang Terpapar Zat Radioaktif?
Tren
Kata Istana dan Kejaksaan soal Klaim Hotman Paris yang Bisa Buktikan Nadiem Makarim Tak Bersalah
Kata Istana dan Kejaksaan soal Klaim Hotman Paris yang Bisa Buktikan Nadiem Makarim Tak Bersalah
Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau