KARAWANG, KOMPAS.com - Hiruk pikuk warga Kampung Pelem, Desa Tirtasari, Kecamatan Tirtamulya, Karawang, pada Sabtu (6/9/2025) sore tampak hangat. Ada yang membeli es teh, belanja sayuran, hingga lalu lalang kendaraan di jalur Cikampek-Wadas.
Di antara keramaian itu berdiri sebuah bangunan tua yang menjadi saksi perkembangan zaman. Bangunan itu adalah Stasiun Rawagempol, salah satu stasiun besar pada jalur trem peninggalan kolonial Belanda. Meski kini sudah dibenahi, keaslian tembok bata merahnya masih terasa.
Adang (70), warga Kampung Pelem, masih menyimpan kenangan tentang kereta Cikampek-Wadas. Ia mengingat betul suasana stasiun saat masih beroperasi pada 1960-an.
"Dulu ini (area sekitar stasiun) pasar. Orangtua ibu saya pedagang beras mentah," kata Adang.
Baca juga: Sejarah Trem: Sarana Transportasi Publik yang Kini Hilang di Jakarta
Ia bercerita, lokomotif trem kala itu berbahan bakar batu bara yang kemudian berganti kayu bakar. Gerbongnya hanya tiga dengan kursi saling membelakangi. Lajunya pun pelan, namun selalu penuh, terutama saat musim panen.
"Biasanya untuk mengangkut hasil panen petani, gabah gedengan (gabah yang diikat dengan tangkainya). Dulu masih konvensional, panen setahun sekali," ujar Adang.
Adang masih mengingat nomor lokomotifnya, seperti 1004, 1008, 1001, hingga 1011 yang dianggap paling cepat. Ia juga mengenang saat warga kerap terkena asap dari corong lokomotif.
"Jalannya pelan. Beberapa anak-anak suka lompat ke irigasi dari kereta. Kalau saya tidak berani. Sering mogok, kalau mogok lama karena ketel uapnya harus dipanaskan dulu," katanya.
Baca juga: Mengintip Uji Coba Trem Otonom Bertenaga Baterai di Solo, Buatan INKA, Dilengkapi Teknologi AI
Kereta ini butuh sekitar dua jam untuk menempuh Cikampek-Wadas, berhenti di halte kecil seperti Pawarengan, Cibarengkok, Caplek, dan Karangsinom. Di Stasiun Rawagempol bahkan sudah ada telepon yang dipakai kepala stasiun untuk berkoordinasi.
Kini, jejak rel sudah hilang. Besi rel dibongkar, sebagian komponennya bahkan dicuri warga untuk dijadikan perabot rumah. Namun Stasiun Rawagempol masih berdiri, kini sering digunakan warga untuk kegiatan posyandu.
"Stasiun yang lain sudah dibongkar. Tinggal Stasiun Rawagempol ini," ucap Adang.
Manager Humas KAI Daop 1 Jakarta Ixfan membenarkan, Stasiun Rawagempol adalah halte pemberhentian trem Cikampek-Wadas yang sudah tidak beroperasi sejak awal 1980-an.
"Halte Rawagempol merupakan eks halte pemberhentian kereta trem di lintas Cikampek-Wadas yang bangunannya masih berdiri hingga saat ini dan tidak beroperasional sejak tahun antara 1981-1984," kata Ixfan saat dikonfirmasi, Senin (8/9/2025).
Melansir Kompas.id, jalur trem sepanjang 80 kilometer dibangun bertahap pada era kolonial Belanda, menghubungkan Rengasdengklok, Karawang, Wadas, Cikampek, hingga Cilamaya. Jalur Cikampek-Wadas sendiri sepanjang 16 kilometer dibuka pada 15 Juni 1912.
Kini, Stasiun Rawagempol menjadi pengingat betapa pentingnya trem bagi warga Karawang di masa lalu, khususnya para petani yang mengangkut hasil panen gabah.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini