JAKARTA, KOMPAS.com – Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD), selaku pendamping hukum Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Delpedro Marhaen, membantah keras anggapan bahwa unggahan media sosial kliennya bersifat provokatif.
Salah satu unggahan yang dipersoalkan adalah informasi mengenai Posko Aduan yang dipublikasikan akun Instagram Lokataru Foundation pada Kamis (28/8/2025).
“Nah itu salah satu postingan utama yang dipermasalahkan, dan jangan-jangan yang dianggap sebagai dasar pemicu kerusuhan. Kami mencermati, tidak ada unsur melawan hukum dari postingan itu,” kata pendamping hukum Maruf Bajammal dalam konferensi pers di Gedung YLBHI, Sabtu (6/9/2025).
Menurut Maruf, unggahan tersebut tidak ada kaitannya dengan kericuhan saat unjuk rasa.
Baca juga: Restorative Justice untuk Delpedro, TAUD: Tidak Tepat, Perkaranya Harus Dihentikan
Ia menegaskan Delpedro sebagai aktivis HAM tidak memiliki kapasitas untuk menghasut massa.
“Kami ini senjata kami cuma pengetahuan HAM dan kemudian hukum yang kami ketahui, kami tidak punya kemampuan untuk menggerakkan orang-orang tertentu. Bisa kami pastikan bahwa klien kami ini tidak dalam kapasitas punya kemampuan untuk menjadi mastermind, memicu kericuhan di seluruh Indonesia,” tegasnya.
Maruf juga menyinggung KUHP baru yang berlaku mulai 2026, khususnya Pasal 264, yang mensyaratkan tindakan provokasi dilakukan di muka umum, bukan melalui media sosial.
“Syarat menghasut harus dilakukan di muka umum. Artinya, itu seharusnya dimaknai di ruang fisik, bukan kemudian di ruang maya,” kata dia.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi menyatakan, Delpedro ditangkap atas dugaan menghasut pelajar melakukan aksi anarkis di Jakarta.
Baca juga: Polisi Geledah Kantor Lokataru Terkait Kasus Delpedro
“Polda Metro Jaya dalam hal ini penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah melakukan penangkapan terhadap saudara DMR (Delpedro) atas dugaan melakukan ajakan, hasutan yang provokatif untuk melakukan aksi anarkistis,” ujar Ade Ary di Mapolda Metro Jaya, Selasa (2/9/2025).
Selain dugaan penghasutan, polisi juga menjerat Delpedro dengan tuduhan menyebarkan informasi bohong yang berpotensi memicu kerusuhan, termasuk melibatkan pelajar di bawah umur.
Atas dugaan tersebut, Delpedro dijerat Pasal 160 KUHP; dan/atau Pasal 45A ayat (3) junto Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE; serta Pasal 76H junto Pasal 15 junto Pasal 87 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini