Ada sejumlah komoditas perkebunan dan hortikultura di Tanah Air yang digadang-gadang menjadi bahan baku produksi etanol atau bioetanol, yakni tebu, jagung, singkong, hingga sagu.
Kemenko Pangan memastikan pasokan bahan baku utama seperti tebu dan jagung tetap aman, meski sebagian akan dialokasikan untuk produksi etanol.
Deputi Bidang Koordinasi Usaha Pangan dan Pertanian Kemenko Pangan, Widiastuti, mengatakan pemerintah masih melakukan perhitungan detail untuk memastikan kebutuhan bahan baku dalam mendukung target pencampuran bahan bakar nabati E10 dapat terpenuhi.
Berbagai aspek tengah dikaji, termasuk produktivitas tebu dan jagung. Meski belum membawa data lengkap, Widiastuti menegaskan bahwa pemerintah terus mengejar peningkatan produksi agar target tersebut bisa dicapai tanpa mengganggu pasokan pangan masyarakat.
“Jadi perhitungannya saat ini kita akan lihat dari sisi produktivitas terlebih dahulu,” ujar Widiastuti usai gelaran Kick-off Meeting Kelompok Kerja (Pokja) Perbenihan Nasional dan Focus Group Discussion, Jakarta Pusat, Jumat (31/10/2025).
“Kemudian masih dilihat kan berarti harus ada yang dikejar untuk sisi bisa memenuhi dari E10 tersebut. Ini semua ada data tapi hari ini saya tidak membawa data tersebut. Tapi ini yang kita kejar,” paparnya.
Pemerintah telah menyiapkan sejumlah kebijakan pendukung, termasuk melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 dan 16 Tahun 2025, serta Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 19 Tahun 2025 tentang percepatan kawasan sembada pangan, energi, dan air nasional.
Kebijakan tersebut menjadi dasar percepatan peningkatan produktivitas pertanian, termasuk cetak sawah baru, penguatan sektor perikanan, serta perluasan perkebunan tebu dan jagung.
Menurutnya, saat ini fokus pemerintah berada pada tahap perbenihan agar peningkatan hasil produksi bisa tercapai sebelum implementasi E10.
“Untuk support saat ini kan kita akan bahas perbenihannya. Berarti harus ada yang di-push untuk hal tersebut,” bebernya.
Meski belum memaparkan data rinci mengenai proyeksi produksi, Widiastuti memastikan pemerintah bersama Kementerian ESDM terus bersinergi untuk menyeimbangkan kebutuhan industri energi dan pangan nasional.
Pemerintah memang menargetkan Indonesia tidak hanya menjadi negara swasembada pangan, tetapi juga mampu melakukan hilirisasi beberapa komoditas strategis di sektor perkebunan dan hortikultura. Hilirisasi diharapkan ikut mendorong target bauran energi berbasis biofuel tanpa menimbulkan gejolak di pasar pangan domestik.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat bahwa sagu dan singkong (cassava) merupakan bahan baku paling murah untuk produksi etanol, dibandingkan dengan jagung.
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, menjelaskan sagu menempati posisi teratas dari sisi keekonomian bahan baku etanol saat ini.
Setelah sagu, bahan baku termurah berikutnya adalah singkong, sementara jagung tergolong paling mahal.
“Kalau dari nilai bahan bakunya, ya itu memang sagu itu yang paling murah untuk bahan baku menjadi etanol. Untuk saat ini sagu memang. Kedua itu cassava, kalau yang corn yang jagung itu memang sudah agak mahal,” ujar Putu saat ditemui di gedung Kemenperin, Rabu (31/2025).
Pemerintah masih membuka berbagai opsi bahan baku untuk etanol. Beragam alternatif akan dikaji untuk menentukan bahan mana yang paling efektif dan efisien.
“Ya sehingga nanti opsinya itu dibuka, mana yang paling bagus, nah itu yang didorong,” ucapnya.
Potensi bahan baku etanol juga datang dari sektor gula dan kelapa sawit. Putu menuturkan, program swasembada gula akan meningkatkan produksi molases yang dapat diolah menjadi biofuel, termasuk bioetanol.
Selain itu, pemerintah tengah mengembangkan pemanfaatan biomassa dari tandan kosong kelapa sawit. Melalui proses fraksinasi atau pemisahan komponen, tandan kosong tersebut dapat diolah menjadi berbagai produk turunan seperti bioetanol dan hemiselulosa.
“Biomassa dari tandan kosong kelapa sawit itu sedang kita fraksionasi, dipilah-pilah, dan hasilnya bisa jadi bioetanol, bisa hemiselulosa. Jadi banyak bahan-bahan yang bisa dihasilkan,” lanjut Putu.
Ia menegaskan, pengembangan industri etanol sejalan dengan kebijakan hilirisasi dan upaya pemerintah mendorong energi terbarukan. Namun, ketersediaan bahan baku di hulu menjadi faktor penentu keberhasilan program tersebut.
https://money.kompas.com/read/2025/10/31/174019426/pemerintah-pastikan-program-etanol-tak-korbankan-kebutuhan-pangan-masyarakat