Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Aliman Shahmi
Dosen

Dosen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Mahmud Yunus Batusangkar

Menjaring Pajak di Lautan e-Commerce

Kompas.com - 15/07/2025, 08:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMERINTAH kembali mengetuk pintu ekonomi digital. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, Sri Mulyani menetapkan kewajiban bagi penyelenggara marketplace—seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak, dan sejenisnya—untuk menjadi pemungut, penyetor, sekaligus pelapor pajak penghasilan (PPh 22) dari para pedagang yang berjualan di platform mereka.

Langkah ini menandai era baru dalam tata kelola fiskal Indonesia, yang tidak lagi hanya mengandalkan instrumen konvensional, tetapi mulai menyasar arus transaksi yang berlangsung secara daring dan meluas hingga ke pelosok daerah.

Meskipun kebijakan ini dilatarbelakangi semangat keadilan pajak dan perluasan basis penerimaan negara, banyak pihak yang mempertanyakan bagaimana kebijakan ini akan berdampak pada keberlanjutan UMKM digital, struktur harga, hingga keseimbangan ekosistem digital itu sendiri.

Sebagai seorang ekonom, saya menilai regulasi ini tidak sekadar sebagai urusan administratif, tetapi juga persoalan keseimbangan antara efisiensi fiskal dan keberpihakan terhadap sektor produktif mikro yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional.

Ekonomi digital dan paradoks penerimaan pajak

Transformasi digital telah menciptakan wajah baru dalam ekonomi Indonesia. E-commerce bukan lagi sekadar tren gaya hidup urban, melainkan telah menjelma menjadi infrastruktur distribusi utama bagi jutaan pelaku usaha mikro dan kecil di pelosok negeri.

Baca juga: Mengurai Wacana Pajak Pedagang Online

Warung kelontong, reseller rumahan, hingga pengrajin lokal kini menggantungkan napas usahanya pada ekosistem digital yang mampu menjangkau konsumen tanpa batas geografis.

Namun, ironi muncul ketika kontribusi fiskal dari sektor ini belum sebanding dengan geliat transaksional yang tercipta.

Meskipun Gross Merchandise Value (GMV) dari e-commerce menyentuh triliunan rupiah, kontribusi pajaknya masih tertinggal jauh dari sektor konvensional.

Di sinilah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 37/2025 hadir untuk mengisi celah. Aturan ini mewajibkan platform marketplace menjadi pemungut, penyetor, dan pelapor PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen atas omzet pedagang.

Dengan demikian, negara memperoleh alat kontrol baru untuk menjangkau transaksi yang selama ini sulit terdeteksi secara administratif.

Kebijakan ini sejalan dengan tren internasional, sebagaimana tercermin dalam OECD Inclusive Framework, yang mendorong pemajakan berbasis aktivitas ekonomi substansial, bukan sekadar keberadaan fisik di suatu negara.

Namun demikian, pendekatan pemungutan tidak langsung semacam ini menyimpan potensi ketimpangan struktural.

Marketplace besar dengan modal teknologi kuat tentu mampu menyesuaikan. Namun pedagang kecil bisa terdampak secara tidak proporsional.

Regulasi yang bertujuan menambal kebocoran fiskal ini justru berisiko menciptakan beban baru bagi pelaku usaha yang belum sepenuhnya siap secara administratif maupun digital. Di titik inilah urgensi evaluasi kritis dan penerapan prinsip keadilan fiskal perlu ditegakkan.

Keadilan fiskal dan dilema UMKM

Regulasi ini memang memberikan pengecualian bagi pedagang perorangan dengan omzet bruto di bawah Rp 500 juta per tahun, asalkan menyampaikan surat pernyataan ke marketplace.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Nilai Tukar Petani dan Nelayan Kompak Turun Pada Oktober 2025, Apa Penyebabnya?
Nilai Tukar Petani dan Nelayan Kompak Turun Pada Oktober 2025, Apa Penyebabnya?
Ekbis
Benarkah Hino Milik Toyota?
Benarkah Hino Milik Toyota?
Ekbis
Purbaya Soroti Lambatnya Penyerapan Dana oleh BTN, Sektor Perumahan Dinilai Masih Lesu
Purbaya Soroti Lambatnya Penyerapan Dana oleh BTN, Sektor Perumahan Dinilai Masih Lesu
Ekbis
Tak Mau Anak Magang Dieksploitasi, Ini Arahan Menaker
Tak Mau Anak Magang Dieksploitasi, Ini Arahan Menaker
Ekbis
Purbaya: Saya Undang Investor Asing, tapi Tidak Akan Memohon-Mohon
Purbaya: Saya Undang Investor Asing, tapi Tidak Akan Memohon-Mohon
Ekbis
Inflasi Oktober 2025 Capai 0,28 Persen, Disumbang Emas Perhiasan dan Cabai Merah
Inflasi Oktober 2025 Capai 0,28 Persen, Disumbang Emas Perhiasan dan Cabai Merah
Ekbis
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS pada September 2025
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS pada September 2025
Ekbis
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Industri
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
Ekbis
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Ekbis
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Ekbis
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Ekbis
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Ekbis
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Ekbis
Harga Emas Antam Hari Ini Turun Rp 12.000, Jadi Rp 2,27 Juta per Gram
Harga Emas Antam Hari Ini Turun Rp 12.000, Jadi Rp 2,27 Juta per Gram
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau