Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Emiten Nikel PAM Mineral (NICL) Catat Laba Rp 358,07 Miliar Per Semester I 2025

Kompas.com - 21/07/2025, 21:31 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Emiten yang terafiliasi dengan pengusaha Christopher Sumasto Tjia, PT PAM Mineral Tbk (NICL), mencatat laba neto periode berjalan sebesar Rp 358,07 miliar pada semester I-2025.

Angka ini naik 386,51 persen secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 73,59 miliar.

Perolehan laba neto periode berjalan ini ditopang oleh penjualan pada paruh pertama 2025 senilai Rp 1,05 triliun, atau naik 152,07 persen secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp 419,19 miliar.

Baca juga: Emiten Milik Benny Tjokro Resmi Ditendang BEI

Direktur Utama Perseroan Ruddy Tjanaka mengatakan, sejak akhir 2024, harga acuan nikel domestik mengalami penurunan sebesar 3,80 persen sejalan dengan tren global.

Di sisi lain, euforia pasar kendaraan listrik yang mulai normal serta meningkatnya permintaan baja stainless steel.

"Kami melihat bahwa penurunan harga nikel tersebut merupakan koreksi positif dan sudah diprediksi oleh perseroan," ujar dia dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (21/7/2025).

Ia menambahkan, perseroan sudah menyiapkan langkah antisipatif sejak awal tahun, tecermin dengan kinerja operasional dan keuangan perseroan yang bertumbuh pada semester I-2025. "Kami meyakini penurunan harga ini merupakan fluktuasi jangka pendek," imbuh dia.

Pada periode yang sama, perseroan mencatatkan pertumbuhan jumlah aset pada semester I-2025 sebesar Rp 1,09 triliun atau tumbuh sekitar 4,73 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 1,05 triliun.

Sementara itu, per Juni 2025, NICL mencatatkan penurunan jumlah liabilitas menjadi Rp 150,69 miliar dibandingkan Desember 2024 sebesar Rp 171,92 miliar. "Perseroan juga tidak memiliki utang bank jangka panjang," ungkap Ruddy.

Lebih lanjut, Ruddy memproyeksikan bahwa pada semester II-2025, harga nikel masih bergerak fluktuatif imbas dari kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat yang masih menghantui stimulus ekonomi global, ditambah dengan adanya kelebihan pasokan yang dapat menambah tekanan pada harga nikel.

Namun, menurut dia, industri nikel domestik memiliki peluang strategis di mana adanya ketegangan antara China dan negara Barat yang membuat banyak negara mencari alternatif pasokan logam kritis.

Indonesia dapat memanfaatkan peluang itu sebagai pemain kunci non-China.

Kondisi dan situasi nikel domestik saat ini semakin kompetitif dengan adanya beberapa smelter yang beroperasi dengan berbagai teknologi.

"Sehingga hal ini menjadi keuntungan untuk Perseroan dengan beberapa jenis kategori (produk) ore yang diproduksi oleh perseroan sesuai dengan kebutuhan market," tutup dia.

Baca juga: Ikuti Jejak CDIA dan COIN, BEI Sebut 5 Calon Emiten Masuk Antrean IPO

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Terkini Lainnya
Lippo Karawaci Kantongi Pendapatan Rp 6,51 Triliun, Laba Bersih Tembus Rp 368 Miliar
Lippo Karawaci Kantongi Pendapatan Rp 6,51 Triliun, Laba Bersih Tembus Rp 368 Miliar
Cuan
IHSG Ditutup Melonjak 1,36 Persen pada 8.275, Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah Lagi
IHSG Ditutup Melonjak 1,36 Persen pada 8.275, Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah Lagi
Cuan
Perkuat Keamanan Logistik Nasional, IPC TPK Operasikan Alat Pemindai Peti Kemas di Tanjung Priok
Perkuat Keamanan Logistik Nasional, IPC TPK Operasikan Alat Pemindai Peti Kemas di Tanjung Priok
Industri
Inflasi Telur dan Daging Ayam Ras Melonjak, BPS Sebut Karena Permintaan Tinggi untuk Program MBG
Inflasi Telur dan Daging Ayam Ras Melonjak, BPS Sebut Karena Permintaan Tinggi untuk Program MBG
Ekbis
Target Swasembada Beras: Produksi Melonjak dan Tantangan Struktural
Target Swasembada Beras: Produksi Melonjak dan Tantangan Struktural
Ekbis
Menkeu Purbaya Siapkan Tarif Cukai Khusus untuk Tarik Produsen Rokok Ilegal ke Kawasan KIHT
Menkeu Purbaya Siapkan Tarif Cukai Khusus untuk Tarik Produsen Rokok Ilegal ke Kawasan KIHT
Ekbis
Jaga Daya Saing, AISA Luncurkan Kemasan Baru Salah Satu Produk Makanan Ringannya
Jaga Daya Saing, AISA Luncurkan Kemasan Baru Salah Satu Produk Makanan Ringannya
Cuan
Bank Mandiri Siap Salurkan Rp 3,22 Triliun BLTS Kesra 2025 lewat Jaringan Cabang hingga Mandiri Agen
Bank Mandiri Siap Salurkan Rp 3,22 Triliun BLTS Kesra 2025 lewat Jaringan Cabang hingga Mandiri Agen
Keuangan
Pemda Bisa Pinjam ke Pemerintah Pusat, Purbaya: Bunga 0,5 Persen
Pemda Bisa Pinjam ke Pemerintah Pusat, Purbaya: Bunga 0,5 Persen
Ekbis
Danantara: TOBA Sudah Declaire Tak Ikut Proyek Sampah Jadi Listrik
Danantara: TOBA Sudah Declaire Tak Ikut Proyek Sampah Jadi Listrik
Cuan
BEI Bakal Kirim Surat Keberatan ke MSCI soal Metode Penghitungan Free Float Saham
BEI Bakal Kirim Surat Keberatan ke MSCI soal Metode Penghitungan Free Float Saham
Cuan
DJP Bongkar Kasus Pencucian Uang Senilai Rp 58,2 Miliar
DJP Bongkar Kasus Pencucian Uang Senilai Rp 58,2 Miliar
Ekbis
QRIS Kini Bisa untuk Grab, Transaksi Digital Makin Mudah bagi Pengguna Muda
QRIS Kini Bisa untuk Grab, Transaksi Digital Makin Mudah bagi Pengguna Muda
Keuangan
ETF Emas Ditarget Rilis Sebelum Juni, BEI Masih Tunggu Aturan OJK
ETF Emas Ditarget Rilis Sebelum Juni, BEI Masih Tunggu Aturan OJK
Cuan
Pemerintah Siapkan Rp 180 Miliar untuk Diskon Angkutan Nataru
Pemerintah Siapkan Rp 180 Miliar untuk Diskon Angkutan Nataru
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau