Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Insentif Fiskal dan Skema KPBU Dinilai Bisa Majukan Panas Bumi Nasional

Kompas.com - 24/09/2025, 07:00 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengembangan energi panas bumi di Indonesia berpotensi lebih optimal jika didukung oleh insentif fiskal yang tepat dan skema KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha).

Hal ini menjadi sorotan setelah Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE 2025) berlangsung pada 17–19 September 2025 di Jakarta International Convention Center, yang menyoroti inovasi teknologi dan kolaborasi energi hijau.

Riki Firmandha Ibrahim, dosen S2 Energi Terbarukan Universitas Darma Persada dan mantan Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (Persero) 2016–2022, mencermati tantangan utama panas bumi, mulai dari biaya investasi yang tinggi, proses perizinan kompleks, hingga risiko teknis.

Banyak potensi panas bumi berada di lokasi sulit dijangkau seperti pegunungan, hutan lindung, dan kepulauan terpencil, sehingga biaya logistik membengkak.

Baca juga: Jokowi Heran Ruwetnya Izin Bangun PLTP di RI, Lamanya Sampai 6 Tahun

Riki Ibrahim memaparkan strategi energi Indonesia dalam Dialog Kebijakan UN ESCAP di Kamchatka, Rusia.DOK. RIKI IBRAHIM Riki Ibrahim memaparkan strategi energi Indonesia dalam Dialog Kebijakan UN ESCAP di Kamchatka, Rusia.
Pembangunan PLTP membutuhkan pengeboran 2.000–3.000 meter dengan teknologi canggih, dan waktu pengembangan yang panjang membuat ROI baru tercapai setelah belasan tahun.

Dari sisi ekonomi, ketergantungan pada PLN sebagai offtaker tunggal dan skema harga listrik yang kurang kompetitif membuat investor berhati-hati.

Menurut Riki, proses regulasi yang berubah-ubah juga menambah ketidakpastian, sehingga banyak proyek potensial tertunda atau gagal dijalankan.

“Proyek panas bumi di Indonesia secara ekonomi sangat menguntungkan, karena bisa menghasilkan listrik 24 jam setiap hari. Namun biaya awal besar dan regulasi yang kompleks menahan investor baru untuk masuk,” kata Riki, melalui keterangannya, dikutip Rabu (24/9/2025).

Baca juga: Regulasi Jadi PR Besar Industri Panas Bumi, RI Harus Belajar dari Filipina, Turki, hingga Kenya

Sebagai solusi, Riki menekankan pentingnya insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowance, fasilitas impor, dan dukungan pendanaan eksplorasi melalui GREM/GEUDP yang dikelola PT SMI dan World Bank.

“Kolaborasi BUMN melalui skema KPBU serta dukungan pendanaan inovatif, termasuk green bond, bisa menekan risiko dan mempercepat pembangunan pembangkit listrik panas bumi,” tambah Riki.

Pendekatan sosial juga menjadi faktor penting. Edukasi masyarakat lokal dan skema “community benefit sharing” perlu dijalankan sebelum proyek dimulai agar manfaat energi panas bumi terasa langsung bagi warga sekitar dan mengurangi resistensi lokal.

Baca juga: Panas Bumi Lahendong Gaungkan Transisi Energi dan Ketahanan Pangan di TIFF 2025

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya
Purbaya Tawarkan Pemda hingga BUMD Ajukan Pinjaman ke Pusat dengan Bunga Rendah 0,5 Persen
Purbaya Tawarkan Pemda hingga BUMD Ajukan Pinjaman ke Pusat dengan Bunga Rendah 0,5 Persen
Keuangan
Nilai Tukar Petani dan Nelayan Kompak Turun Pada Oktober 2025, Apa Penyebabnya?
Nilai Tukar Petani dan Nelayan Kompak Turun Pada Oktober 2025, Apa Penyebabnya?
Ekbis
Benarkah Hino Milik Toyota?
Benarkah Hino Milik Toyota?
Ekbis
Purbaya Soroti Lambatnya Penyerapan Dana oleh BTN, Sektor Perumahan Dinilai Masih Lesu
Purbaya Soroti Lambatnya Penyerapan Dana oleh BTN, Sektor Perumahan Dinilai Masih Lesu
Ekbis
Tak Mau Anak Magang Dieksploitasi, Ini Arahan Menaker
Tak Mau Anak Magang Dieksploitasi, Ini Arahan Menaker
Ekbis
Purbaya: Saya Undang Investor Asing, tapi Tidak Akan Memohon-Mohon
Purbaya: Saya Undang Investor Asing, tapi Tidak Akan Memohon-Mohon
Ekbis
Inflasi Oktober 2025 Capai 0,28 Persen, Disumbang Emas Perhiasan dan Cabai Merah
Inflasi Oktober 2025 Capai 0,28 Persen, Disumbang Emas Perhiasan dan Cabai Merah
Ekbis
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS pada September 2025
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS pada September 2025
Ekbis
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Industri
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
Ekbis
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Ekbis
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Ekbis
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Ekbis
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Ekbis
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau